Podcasts by Category
Munir Said Thalib merupakan aktivis hak asasi manusia di Indonesia yang lahir pada 8 Desember 1965. Padanya, gagasan perihal HAM nampak lebih konkret tidak hanya di ranah pemikiran namun juga praktik di lapangan. Ini menjadi alasan kuat bagi-bagi rekan seperjuangan Munir yang kemudian meyakini bahwa dia adalah seorang human right thinker sekaligus human right defender. Memperingati #16TahunPembunuhanMunir #MelawanLupa, Museum HAM Munir menampilkan pembacaan Testamen Munir sebagai alih wahana dari kumpulan tulisan yang mengulas persinggungan para sahabat dengan Munir.
- 19 - "AKU, PEMBUNUH MUNIR" karya Seno Gumira Ajidarma Monolog oleh Luqman Dardiri
Aku adalah anjing kurap, karena itu aku membunuh Munir
Sebuah monolog pengakuan diri seorang pembunuh Munir yang merencanakan sejumlah siasat dan skenario pembunuhan Munir. Dengan menggali sejumlah data, penelusuran logika, dan percakapan dari proses pengadilan, cerpen karya Seno Gumira Ajidarma ini menyusun kronologi peristiwa pembunuhan aktivis HAM Munir. Cerpen dimuat di Kompas, Minggu, 29 Desember 2013. Monolog dibawakan oleh aktor Luqman Dardiri.
Produksi: Museum HAM Omah Munir dan Kios Ojo Keos
Penanggung jawab produksi: Ali Nur Sahid
Penata musik: Reza Ryan
Mixing dan mastering: Danang Joedodarmo
Desain: Marsetio Hariadi
Sun, 18 Oct 2020 - 22min - 18 - "Munir dalam Kerangka Keindonesiaan" karya Mochtar Pabottingi Dibacakan oleh Jati Andito
"Ada tiga pertimbangan penting mengapa kita harus teguh menuntut keadilan bagi saudara kita, Munir. Pertama, jika Munir yang namanya menasional-mendunia itu bisa dizalimi begitu keji secara terang-terangan, apatah lagi tiap kita, warga negara lainnya. Kedua, pembunuhan keji terhadap Munir bisa berefek melecehkan atau menegasikan makna sosok perjuangannya, yang bagi kita sungguh mulia. Ketiga, dan terpenting, sosok perjuangan Munir sama sekali tak bisa dilepaskan dari ideal-ideal tertinggi yang melahirkan, menjadi tumpuan, sekaligus menjadi tujuan negara kita." TESTAMEN MUNIR Episode 16 menampilkan artikel dari Mochtar Pabottingi (Profesor Riset LIPI) berjudul "Munir dalam Kerangka Keindonesiaan" yang diterbitkan oleh Kompas, 22 September 2011. Artikel ini menjelaskan dengan tegas alasan menuntut keadilan untuk Munir. Perjuangan Munir sebagai aktivis HAM telah memberikan kontribusi nyata atas sejarah pemenuhan hak-hak sipil dan keadilan di Indonesia. "Sosok perjuangan Munir bersenyawa sepenuhnya dengan kebajikan politik perenial-universal yang terkandung dalam proyek supraluhur kita sebagai bangsa." tulis Mochtar Pabottingi. Memperingati #16TahunPembunuhanMunir artikel dari Mochtar Pabottingi akan dibacakan oleh Jati Andito Tamzis (Voice Over Talent, MC).
Wed, 16 Sep 2020 - 10min - 17 - "Munir" karya KH. Ahmad Mustofa Bisri Dibacakan oleh Saras Dewi
"Di masa kesederhanaan diabaikan
Kau membuktikan kekuatannya yang elegan
Di masa para pengecut berlindung pada arogansi kekuasaan
Kau tampil hampir sendirian melawan kelaliman..."
TESTAMEN MUNIR Episode 16 menampilkan puisi karya KH. Ahmad Mustofa Bisri atau yang lebih dikenal dengan Gus Mus (budayawan, pengasuh Pesantren Roudlatuth Tholibin). Puisi yang berjudul "Munir" menjadi pembuka dalam kumpulan obituari sahabat-sahabat Alm. Munir dalam buku 'Munir Sebuah Kitab Melawan Lupa' yang diterbitkan oleh Mizan Pustaka (2004). Ditulis oleh Gus Mus pada Ramadan 1425/Oktober 2004, puisi ini ialah karya, sekaligus pergerakan sunyi Gus Mus untuk mengenang Munir sebagai sosok pejuang hak asasi manusia dan kemanusiaan.Memperingati #16TahunPembunuhanMunir puisi Gus Mus yang berjudul "Munir" akan dibacakan oleh Saras Dewi (dosen filsafat Universitas Indonesia).
Tue, 15 Sep 2020 - 02min - 16 - "Elegi untuk Munir" karya Bambang Widjojanto Dibacakan oleh Roy Murtadho
“Kemampuannya untuk mengembangkan energi sosial yang dimilikinya telah mampu memberi spirit bagi gerakan hak asasi manusia di Indonesia. Keberaniannya untuk menghadapi berbagai risiko dari sikap dan pilihan politik yang diambil, banyak memberikan inspirasi kepada siapa pun untuk pantang surut menghadapi kelelahan dan kezaliman yang dilakukan secara sistematis...” Testamen Munir Episode 15 menampilkan obituari karya Bambang Widjojanto (Aktivis, Pengacara, Mantan Komisioner KPK) berjudul “Elegi untuk Munir”. Menceritakan persinggungan antara Bambang Widjojanto dengan Munir semasa hidup. Sebagai rekan sesama aktivis HAM, Bambang Widjojanto mengenal baik sosok Munir. Perjalanan karir Munir yang dikenal sebagai tokoh HAM internasional merupakan ikhtiar panjang. Di bangku kuliah, Munir aktif terlibat di berbagai organisasi, seperti Badan Perwakilan Mahasiswa, Senat Mahasiswa, lalu pasca-universitas Munir memilih Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk menjadi persinggahan selanjutnya. Kecintaan Munir pada keadilan dan hak asasi manusia menuntunnya sampai di puncak karir. “Pendeknya, kemampuannya untuk mengembangkan energi sosial yang dimilikinya telah mampu memberi spirit bagi gerakan hak asasi manusia di Indonesia.” kenang Bambang Widjojanto pada obituari yang dituliskannya untuk Munir. Memperingati #16TahunPembunuhanMunir, obituari karya Bambang Widjojanto dibacakan oleh Roy Murtadho (Pendiri Media Islam Progresif, Islam Bergerak dan Pesantren Ekologis Misykat Al-Anwar).
Mon, 14 Sep 2020 - 09min - 15 - "Munir: A True Human Rights Defender" karya Todung Mulya Lubis Dibacakan oleh Gede Robi
“Kiprah Munir dalam kerja hak asasinya bukanlah kiprah yang anasionalistik. Dengan caranya sendiri, Munir mencintai negeri ini, memperjuangkan demokrasi dan hak asasi manusia. Buat saya tak ada yang lebih nasionalistik ketimbang kesadaran bahwa demokrasi dan hak asasi manusia mesti ditegakkan dengan segala cara, berapapun ongkosnya, agar harkat dan martabat manusia (human dignity) tetap terjaga. Ketika orang seperti Munir tak terlalu galau dengan nasionalitas, ketika yang terpenting adalah manusia-human beings ketika itulah dia sampai pada puncak nasionalisme. Kesadaran inilah yang membuat Munir hadir di tengah kita sebagai ‘a true human rights defender’.”
Testamen Munir Episode 14 menampilkan obituari karya Todung Mulya Lubis (Duta Besar RI untuk Norwegia Merangkap Islandia) dengan judul “Munir: A True Human Rights Defender”. Menceritakan persinggungan antara Todung Mulya Lubis dengan Munir semasa hidup. Keduanya pernah terlibat dalam Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Timor Timur (KPP HAM Timtim). Baginya, Munir merupakan sosok pejuang HAM yang pemberani. Munir tidak anti militer, seperti kata orang yang menuduhnya demikian. Justru, Munirlah yang memperjuangkan reformasi militer. “Militer, bagaimanapun, harus tunduk pada supremasi sipil. Penguatan supremasi sipil ini hanya bisa dicapai dengan secara tajam dan kritis terus menerus mempertanyakan bahaya militer dalam demokrasi dan hak asasi manusia…” tulis Todung Mulya Lubis dalam obituarinya.
Memperingati #16TahunPembunuhanMunir, obituari karya Todung Mulya Lubis akan dibacakan oleh Gede Robi (musisi; vokalis & gitaris Navicula; aktivis)− menceritakan kesan Todung Mulya Lubis atas perjumpaannya dengan Alm. Munir semasa hidup.
Sun, 13 Sep 2020 - 13min - 14 - "Cak Munir Di Antara GAM dan TNI" karya Dandhy Dwi Laksono Dibacakan oleh Farid Stevy
Aku ini pernah diusir sama Abdullah Syafe'i," kata Cak Munir.
"Yang benar, Cak? Walah, sudah dimusuhi tentara, masih juga gak diterima GAM. Kapan, Cak?" tanya saya.
“Ya waktu itu. Sebelum Bondan masuk, kan aku masuk duluan," jawabnya.
Bondan yang dimaksud Cak Munir adalah Bondan Gunawan, Sekretaris Negara pada masa Gus Dur yang pada 16 Maret 2000…..
--
Cak Munir masuk ke sebuah wilayah untuk melakukan pendataan kasus-kasus kekerasan terhadap warga sipil. Kendati sebelum masuk kawasan itu dia sudah menjalin kontak dengan pentolan gerilyawan, tak urung rombongan Cak Munir sempat dicegat juga.
"Aku ini ditodong pakai AK. Moncongnya ditaruh di depan dadaku gini, lo….”
Testamen Munir episode 13 menampilkan obituari karya Dandhy Dwi Laksono (jurnalis dan aktivis) yang berjudul “Cak Munir di Antara GAM dan TNI”. Menceritakan persinggungan antara Dandhy Laksono dengan Munir semasa hidup. Keduanya pernah bertemu dan duduk semeja dalam momen evaluasi pelaksanaan darurat militer di Aceh. Momen itulah yang membuat Munir bercerita kepada Dandhy Laksono atas pengalamannya bertemu dengan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Teungku Abdullah Syafe’i pada tahun 2000. Munir yang konsisten atas perjuangan kemanusiaan juga tidak pelit ilmu untuk membantu siapapun yang terlibat dalam aksi kemanusiaan, termasuk Dandhy pada saat itu. “Pada akhir buka puasa November 2003, Cak Munir juga memberikan kiat bagaimana cara mendapatkan data-data valid tentang kasus-kasus kekerasan terhadap kemanusiaan.” kenang Dandhy dalam obituarinya untuk Munir.
Memperingati #16TahunPembunuhanMunir, obituari karya Dandhy Dwi Laksono akan dibacakan oleh Farid Stevy (seniman musik), menceritakan pengalaman perjumpaan Dandhy Dwi Laksono dengan sosok Munir semasa hidup.
Sat, 12 Sep 2020 - 14min - 13 - “Kepergian Munir: Aborsi Sebuah Perjalanan Karier yang Prospektif" karya Marcus Mietzner Dibacakan oleh Jason Ranti
“Potensi pemikiran Munirlah yang membuat kematiannya terasa luar biasa tragis. Jika segalanya berjalan sesuai dengan rencana, dia akan kembali ke Indonesia pada 2008 atau 2009. Pada saat itu, perkembangan kemampuan analisisnya− yang sekarang pun sudah luar biasa− akan membuatnya mampu terlibat secara lebih intens dalam penciptaan kebijakan-kebijakan dan kondisi-kondisi institusional bagi sebuah sistem politik yang lebih demokratis. Testamen Munir episode 12 menampilkan obituari karya Marcus Mietzner (penulis dan dosen senior di Australian National University) yang berjudul “Kepergian Munir: Aborsi Sebuah Perjalanan Karier yang Prospektif”. Menceritakan persinggungan antara Marcus Mietzner dengan Munir semasa hidup. Baginya, Munir adalah sosok pejuang yang cerdas. Munir memberikan kesan yang mendalam bagi Marcus Mietzner, baik sebagai sahabat, pejuang hak asasi manusia maupun kepribadiannya yang tangguh. “Pada Agustus 2001, rumahnya di Malang dilempari bom, diikuti beberapa serangan ke kantornya yang menyebabkan hancurnya file-file komputer dan cederanya staf kantor. Meskipun dia tetap tegar….” tulis Marcus Mietzner dalam obituarinya. Memperingati #16TahunPembunuhanMunir, obituari karya Marcus Mietzner akan dibacakan oleh Jason Ranti (seniman musik) yang menceritakan pengalaman Marcus Mietzner bertemu dengan sosok Munir semasa hidup.
Fri, 11 Sep 2020 - 15min - 12 - "Munir: Aktivis HAM yang Bersahaja" karya Ikrar Nusa Bhakti Dibacakan oleh Bagus Dwi Danto
“Di mata saya, Munir adalah sahabat yang setia dan pemikir-pejuang yang tanpa pamrih dan selalu konsisten pada perjuangannya. Berbagai penghargaan internasional tidak mengubah tingkah laku kesehariannya yang bersahaja. Dalam berbagai tugas, seperti merancang Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertahanan Negara, RUU TNI, RUU Perbantuan TNI, rancangan berbagai Keppres yang terkait dengan pertahanan dan keamanan negara, Munir adalah seorang pemikir dan konseptor yang handal dan amat diandalkan oleh teman-teman yang sebagian besar adalah pengamat politik dan militer. Kemampuan akademiknya sangat tinggi, walaupun ia belum mengambil jenjang sarjana strata dua atau tiga.”
Testamen Munir episode 11 menampilkan obituari karya Ikrar Nusa Bhakti (Duta Besar RI untuk Tunisia) yang berjudul “Munir: Aktivis HAM yang Bersahaja”. Menceritakan persahabatan Ikrar Nusa Bhakti dengan Munir semasa hidup. Keduanya kerapkali bertemu dalam seminar-seminar maupun Focus Group Discussion (FGD) yang merupakan bagian dari Reformasi Sektor Pertahanan. Ikrar Nusa Bhakti mengenal baik sosok Munir semasa hidup. Baginya, Munir adalah pejuang hak asasi yang konsisten, rela berkorban dan membantu siapapun tanpa membedakan. “Bagi mereka yang tidak kenal Munir dari dekat, pasti mereka mendapat kesan bahwa orang ini hanya membantu mereka yang menjadi korban kekerasan atau orang hilang akibat aparat TNI atau Polri. Kesan itu jauh dari kenyataan yang sebenarnya…” tulis Ikrar Nusa Bhakti dalam obituarinya mengenang Munir.
Memperingati #16TahunPembunuhanMunir, obituari karya Ikrar Nusa Bhakti akan dibacakan oleh Bagus Dwi Danto (seniman musik) yang menceritakan kebersamaan Ikrar Nusa Bhakti dengan sosok Munir semasa hidup.
Thu, 10 Sep 2020 - 19min - 11 - "Bayang-Bayang Sahabat" karya Sandyawan Sumardi Dibacakan oleh Iksan Skuter
"Cak, aku ingin mengenang sampeyan sebagai pribadi yang religius. Ya, filsafat hidup dan pergulatan iman sampeyan. Cak, sampeyan meyakinidan pernah mengatakan kepadaku dan kepada Bung Ulil Abshar Abdalla bahwa Islam mesti menawarkan agama bagi orang yang tertindas; memberi jawaban terhadap problem sosial sehingga orang ditindas tidak begitu saja diam, tetapi memberi perlawanan. Sementara, elemen-elemen non tertindas, secara langsung memiliki kewajiban untuk membantu mereka dan menjamin tercapainya titik yang diinginkan untuk memberhentikan penindasan. Itu yang sampeyan sebut sebagai masyarakat Islam."
Testamen Munir episode 10 menampilkan obituari berjudul "Bayang-Bayang Sahabat" karya Sandyawan Sumardi (aktivis sosial) yang bercerita mengenai persahabatannya dengan Munir. Sandyawan Sumardi mengenal Munir ketika masuk di YLBHI akhir 1996. Selanjutnya, kerja-kerja advokasi HAM, seperti Tragedi 27 Juli dan Kasus Orang Hilang 1996, Tragedi Mei 1998 dan Semanggi 1999, Tragedi Aceh, dsb... keduanya saling bahu membahu untuk menyelesaikan problem hak-hak asasi manusia. "Selamat jalan, Cak Munir. Terima kasih sahabat.... sampeyan nyaris tidak pernah mabuk karena pujian yang semakin menjulang....." tulis Sandyawan Sumardi dalam obituarinya.
Memperingati #16TahunPembunuhanMunir, obituari karya Sandyawan Sumardi akan dibacakan oleh Iksan Skuter (seniman musik).
Wed, 09 Sep 2020 - 19min - 10 - "Munir, dari Dalam" karya Nono Anwar Makarim Dibacakan oleh Rara Sekar
"Kawin itu bukan cita-cita, tapi sesuatu yang datang sendiri dan nggak bisa dihindari. Dia bagian tertua dari peradaban, ia bagian dari seni, dan biarlah dia datang menurut alurnya .... Iya ... sekolah itu sesuatu yang ada dalam perencanaan bagi wujud diri sebagai manusia dalam peradaban. Pendidikan adalah upaya membangun peradaban. Ia harus direncanakan dan diperjuangkan. Soal kawin lain lagi, dia ada dalam realitas yang berbeda. Dia datang ketika cinta dan kontrak untuk bersama ditemukan. Jadi, ia akan datang sendiri dan kita temukan di mana dunia peradaban yang terencana itu dijalankan."Lalu, Munir mengutip kata-kata Mahatma Gandhi tentang cinta:" ... kalau orang masih berhasil menulis lewat huruf hieroglif, maka cinta akan menulis dalam pilihan ruang kebenaran yang tidak terjamah...." Dalam alur nada Gibran, ia pun berkata: “Nah, jadi cinta dan perkawinan itu bukan soal fisik (jamah), tapi kebenaran dalam kejujuran menemukain kesesuaian. OK, jangan berdoa untuk dapat jodoh, tapi berdoalah untuk kebenaran. Karena, disitu cinta akan ditemukan.”
Testamen Munir ep. 9 menampilkan obituari karya Nono Anwar Makarim (penulis, praktisi hukum dan aktivis) yang berjudul “Munir, dari Dalam”. Obituari ini menceritakan kekaguman Nono Anwar Makarim kepada sosok Munir. Ia melihat Munir melalui perjumpaannya sebanyak tiga kali itu, sikap politik Munir yang tegas hingga pandangan Munir mengenai ‘cinta’. Baginya, Munir adalah sosok aktivis mondok di kantornya yang menolak jabatan resmi.
Obituari yang ditulis Nono Anwar Makarim dibacakan oleh Rara Sekar (penyanyi, musisi dan peneliti) yang akan menceritakan sisi keteladanan sosok Munir menurut Nono Anwar Makarim.
Tue, 08 Sep 2020 - 26min - 9 - "Sebuah Cermin dengan Merek Munir" karya Haidar Bagir Dibacakan oleh Popo
“Indonesia menyaksikan tak surut juga sepak terjang Munir memperjuangkan hak-hak orang teraniaya. Seolah seperti seorang pendekar silat Cina yang digdaya, dia ada di mana-mana, menangkisi setiap upaya menghantam warga yang tak punya banyak daya. Dan saya percaya, tak jarang dia justru yang harus jadi tameng, babak belur untuk semua yang diperjuangkannya. Hidup di bawah ancaman, waktu kerja yang tak mungkin punya pola, dan yang pasti mesti terus mempertahankan cara hidup yang amat sederhana.”
Testamen Munir Ep. 8 menampilkan obituari karya Haidar Bagir (Direktur Utama Kelompok Mizan) yang menceritakan tentang keteladanannya pada sosok Munir. Semasa hidup, Munir terus memperjuangkan hak-hak orang yang teraniaya lebih dari dirinya sendiri. Meninggalnya sosok Munir ialah duka atas keadilan di Indonesia. “Cermin Munir amat bening, sehingga semua bopeng wajah saya terlihat jelas didalamnya.” tulis Haidar Bagir.
Obituari karya Haidar Bagir akan dibacakan oleh Popo (seniman dan juru masak)− yang akan menceritakan nilai-nilai keteladanan atas sosok Munir menurut Haidar Bagir.
Mon, 07 Sep 2020 - 08min - 8 - "Munir Pejuang Garis Depan Reformasi" karya Sidney Jones Dibacakan oleh Irma Hidayana
“Jika saya menyusun daftar orang yang paling berpengaruh dalam mewujudkan Indonesia yang demokratis, Munir akan termasuk dalam bagian atas daftar saya. Dia memiliki semua sifat yang seharusnya dimiliki oleh pejuang HAM: punya prinsip, tangguh, cerdas, jenaka, dan tak kenal takut. Dia tegak di hadapan penguasa, dia membuat mereka murka, dia menerima ancaman demi ancaman, dan dia tidak pernah menyerah.”
Testamen Munir Ep. 7 menampilkan obituari karya Sidney Jones (Director Institute for Policy Analysis of Conflict, Jakarta) yang menceritakan pengalamannya dengan sosok Munir semasa hidup. Munir adalah pejuang garis depan yang terus menyerukan reformasi militer dan perlindungan hak asasi manusia. “Munir adalah sahabat saya…. Saya tidak bisa membayangkan sebuah dunia tanpa dia….” tulis Sidney Jones.
Obituari karya Sidney Jones akan dibacakan oleh Irma Hidayana (aktivis dan peneliti kesehatan masyarakat)− yang akan menceritakan perjumpaan Sidney Jones dengan Munir.
Sun, 06 Sep 2020 - 05min - 7 - "Munir: Sosok Manusia Langka" karya Faisal Basri Dibacakan oleh Manik Marganamahendra
“Munir bukan seorang pejabat. Ia tak pernah menyandang jabatan publik. Tapi, masyarakat luas sangat menghormatinya. Perasaan kehilangan masyarakat luas merupakan cermin dari sumbangan nyata yang telah ia berikan kepada masyarakat dan bangsanya.”
Testamen Munir Ep. 6 menampilkan obituari karya Faisal Basri (ekonom senior)− mengenai perjumpaannya dengan sosok Munir. 1 Januari 2001 merupakan suatu momen langka yang mendasari keduanya saling bertemu untuk pertama kali. Selanjutnya, Faisal Basri bercerita mengenai sikap politik Munir yang tegas, hubungan Munir dengan militer, yang semata-mata hanya digunakan Munir untuk menunjukkan fakta-fakta objektif atas pelanggaran hak-hak asasi manusia yang terjadi pada saat itu serta upaya menegakkan keadilan. “Namun, saya rasa sosok Munir bukanlah yang mengejar kesempurnaan. Ia adalah orang yang penyabar, yang mencerminkan penghargannya atas pentingnya proses setiap perubahan. Bukankah musuh dari demokrasi adalah ketaksabaran?” tulis Faisal Basri.
Obituari ini akan dibacakan oleh Manik Marganahendra (aktivis dan Ketua BEM UI 2019) yang akan bercerita mengenai pandangan Faisal Basri mengenai perjalanan karir sosok Munir.Sat, 05 Sep 2020 - 17min - 6 - "Cak Munir, Engkau Tak Pernah Pergi" karya Rachland Nashidik Dibacakan oleh Nastasha Abigail
“Munir memberi kita, kepada Indonesia, sebuah standar pencapaian dalam bekerja mempromosikan dan melindungi hak-hak asasi manusia. Besok, setiap kali orang membayangkan sosok ideal seorang human rights defender di Indonesia, orang akan selalu merujuk dan membandingkannya dengan Munir. Mulai hari ini, kita semua, setiap orang Indonesia, tak akan meminta kurang dari apa yang telah diberikan Munir.”
Testamen Munir Ep. 5 menampilkan obituari karya Rachland Nashidik (politisi dan mantan Direktur Program/Pejabat Direktur Eksekutif Imparsial)− yang bercerita mengenai persahabatannya dengan Munir. Rachland Nashidik bercerita mengenai pengalaman kesehariannya dengan Munir, “Munir adalah seorang rekan kerja, kawan seperjuangan, Direktur Eksekutif Imparsial, my boss.” Selanjutnya, “Munir adalah sahabat saya….” tulisnya dalam obituari itu.
Obituari episode 5 ini dibacakan oleh Nastasha Abigail (penyiar radio dan influencer) yang akan bercerita sosok Munir dari pandangan Rachland Nashidik.
Fri, 04 Sep 2020 - 09min - 5 - "Munir: Demi Keadilan" karya Elizabeth Fuller Collins Dibacakan oleh Baskara Putra
“Menurut saya, para pahlawan abad ke-21 adalah individu-individu yang berhasil menemukan cara untuk menggerakkan perjuangan tanpa kekerasan melawan ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan. Contoh orang-orang ini adalah Gandhi, Martin Luther King, Nelson Mandela, dan Mahmoud Mohammad Taha. Nama-nama aktivis reformasi bisa ditambahkan dalam daftar ini. Tentunya nama Munir tidak boleh ditinggalkan.” Testamen Munir Ep. 4 menampilkan obituari karya Elizabeth Fuller Collins (peneliti, mantan Direktur Program Kajian Asia Tenggara dan Associate Professor pada Departement of Philosophy, Universitas Ohio)− yang bercerita mengenai perjuangan panjang Munir mewujudkan keadilan. Obituari ini dibacakan oleh Baskara Putra (penyanyi dan penulis lagu) yang akan bercerita sosok Munir dalam pandangan Elizabeth Fuller.
Thu, 03 Sep 2020 - 05min - 4 - "Munir Yang Meretas Batas" karya Maria Hartiningsih Dibacakan oleh Azizah Hanum
“Munir tidak pernah bicara soal feminisme, tetapi sikapnya yang jelas terhadap ketidakadilan dan penindasan, kerja panjangnya dengan para buruh, dan pemihakannya yang kuat kepada perempuan korban kekerasan politik membuat saya sulit untuk tidak mengatakan bahwa ia terus berusaha untuk mengikis nilai-nilai patriarki yang sebenarnya inheren di dalam diri semua orang, dan akan teruji jika orang itu memiliki kekuasaan, apapun bentuknya.”
Testamen Munir Ep. 3 menampilkan karya Maria Hartiningsih (wartawan senior Kompas) yang bercerita mengenai pengalamannya saat bekerja dengan Munir. Munir menjadi inspirasi Maria Hartiningsih dalam mengeksplorasi wilayah-wilayah persoalan yang penting untuk diungkapkan dan diwacanakan. Dibawakan oleh Azizah Hanum (presenter berita CNN Indonesia) yang akan bercerita mengenai sosok Munir di mata Maria Hartiningsih.
Wed, 02 Sep 2020 - 16min - 3 - "Kecil Itu Bagus, Berani, Brilian" karya Hamid Basyaib Dibacakan oleh Cholil Mahmud
“Munir bukanlah mahapemberani. Ia punya rasa takut, dan mampu mengatasi perasaan itu dengan cerdik. Segala teror mental yang diarahkan kepadanya ia tangkis dengan prinsip sederhana yang ditanamkan oleh Suciwati, istrinya: resiko tertinggi bagi orang hidup adalah mati. Segalanya serba-tak pasti dalam hidup ini: satu-satunya yang pasti justru kematian.”
Testamen Munir Ep. 2 menampilkan karya dari Hamib Basyaib dalam buku "Munir: Sebuah Kitab Melawan Lupa" bercerita mengenai perjuangan Munir semasa hidupnya. Cholil Mahmud (aktivis dan vokalis band Efek Rumah Kaca) akan membacakan cerita tersebut dalam podcast episode kali ini.
Tue, 01 Sep 2020 - 18min - 2 - "Terima Kasih Munir, Engkau Sudah Memberikan Lebih Dari Cukup Kepada Bangsa" karya Sri Rusminingtyas Dibacakan oleh Gusti Arirang
"Aku tunggu Munir di arrival gate. Waktu itu aku membayangkan dia keluar ndorong trolly sambil cengar-cengir. Kalau nanti dia keluar, aku akan tanya kabarnya, sudah sarapan apa belum, kalau belum akan kuberikan tuna bread yang aku bawa untuk dia. Tunggu...tunggu...tunggu belum juga keluar penumpang dari Garuda. Aku pikir, mungkin masih jalan ke imigrasi, terus antre di imigrasi, terus ambil bagasi dan sebagainya. Tapi herannya, kenapa tak satupun penumpang Garuda keluar. Tapi aku sabar menunggu."
Testamen Munir Ep. 1 menampilkan tulisan Sri Rusminingtyas yang berjudul 'Terima Kasih Munir, Engkau Sudah Memberikan Lebih dari Cukup Kepada Bangsa' dibacakan oleh Gusti Arirang (vokalis Tashoora dan aktivis).
Mon, 31 Aug 2020 - 26min - 1 - #MelawanLupa Orasi Munir pada Aksi May Day
Orasi Munir di Aksi #MayDay
Mereka berebut kuasa
Mereka menenteng senjata
Mereka menembak rakyat
Tapi, kemudian sembunyi di balik ketiak kekuasaan
Apakah kita biarkan orang-orang pengecut itu tetap gagah?
Saya kira tidak
Mereka gagal untuk gagah
Mereka hanya di baju
Tapi, dalam tubuh mereka adalah suatu kehinaan
Sesuatu yang tidak bertanggungjawab yang akan mereka bayar sampai titik manapun dan kapanpun
#MelawanLupa #MerawatIngatan
Thu, 27 Aug 2020 - 00min
Podcasts similar to Museum HAM Munir
- Al-Quran Al-kareem Al-Quran Al-kareem
- Cakap Masjid Berita Harian Singapura
- Ceramah Habib Novel Alaydrus Ceramah Habib -Novel Alaydrus
- CNN Indonesia CNN Indonesia
- dakwah.me - Ustadz Adi Hidayat dakwahme
- KH ANWAR ZAHID OFFICIAL Dakwah NU
- Riri Cerita Anak Interaktif Educa Studio
- Firanda Andirja Official Firanda Andirja
- Ngaji Bareng Gus Baha Gus Baha
- Hanan Attaki Hanan Attaki
- K.H. ZAINUDDIN MZ K.H. ZAINUDDIN MZ
- Kumpulan Dakwah Islam Lentera Pagi
- Ludruk Cak Kartolo dkk Ludrukan
- Dongeng Kang Ibing Mimin Dongeng
- Murottal Qur'an Terjemahan Audio Indonesia Muslim
- Podcast Dakwah Sunnah podcastdakwahsunnah
- Kumpulan Dakwah Sunnah PodcastSunnah
- M. Quraish Shihab Podcast Quraish Shihab
- Wayang Kulit Indonesia Raden Ontoseno
- Radio Rodja 756 AM Radio Rodja 756AM
- Relaxing Music Relaxing Music
- Spesial Horor Spesial Horor
- Sinau Bareng Cak Nun Telat Cerdas
- Ustad Das'ad Latif Ustad Das'ad Latif