Filtrar por gênero
3879 - Doa Pergi ke Masjid
0:00 / 0:00
1x
- 3879 - Doa Pergi ke Masjid
Doa Pergi ke Masjid ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Fiqih Doa dan Dzikir yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 19 Dzulqa’dah 1445 H / 27 Mei 2024 M.
Kajian Tentang Doa Pergi ke Masjid
Membaca doa pergi ke masjid ini sangat penting. Karena banyak di antara kita merasa kesulitan untuk bisa khusyuk saat shalat. Ketika shalat, pikiran macam-macam selalu datang. Misalnya, kontak yang hilang, ketemunya pas lagi shalat. Barang-barang yang ketinggalan itu malah ketemunya pas lagi shalat.
Seandainya kita mau mempraktikkan arahan dari Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, insyaAllah kita bisa khusyuk. Arahan yang diberikan oleh Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam itu ada hal-hal yang perlu dilakukan sebelum shalat, ada arahan terkait hal-hal yang harus dilakukan ketika shalat, dan ada arahan mengenai hal-hal yang perlu dilaksanakan setelah shalat.
Jadi, kalau kita mau khusyuk, jalankan petunjuk Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang hal-hal yang perlu dilakukan sebelum shalat, saat shalat, baru kemudian setelah shalat. Jika urutannya ini kita praktikkan, insyaAllah bisa khusyuk. Masalahnya, orang susah khusyuk itu karena dia tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebelum shalat. Tahu-tahu langsung menjalankan shalat. Atau, dia sudah melakukan apa yang diarahkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk dilakukan sebelum shalat, tapi petunjuk beliau ketika shalat tidak dijalankan. Atau yang lebih parah, tiga-tiganya tidak dilaksanakan.
Banyak hal yang diberitahu oleh Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk kita kerjakan sebelum shalat. Orang bisa khusyuk itu harus ada langkah-langkah yang dipenuhi sebelum dia melakukan shalat.
Entah boleh tidak diumpamakan seperti olahraga. Olahraga itu perlu pemanasan dulu. Jadi, perlu persiapan dulu—persiapan badan, batin, pakaian, bahkan persiapan suasana hati dan perut. Itu semua perlu dipersiapkan.
Salah satu hal yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk kita lakukan sebelum shalat adalah membaca doa pergi ke masjid. Itu adalah sebelum shalat. Berarti sebelum shalat kita ini sudah berdoa. Jadi, bukan doanya itu hanya ketika shalat saja.
Ini ibarat persiapan mental, hati, dan batin kita sebelum masuk ke shalat. Doa yang dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terkait dengan saat berangkat ke masjid ada beberapa redaksi. Di sini kami bawakan redaksi yang ada di dalam Shahih Muslim.
Doa ini disebutkan dalam beberapa riwayat. Jadi, misalnya nanti jenengan (Anda) membaca buku doa dan dzikir, kok ternyata redaksinya lebih panjang dari ini, tidak usah kaget. Itu digabungkan antara satu riwayat dengan riwayat yang lain. Sengaja saya hanya bawakan satu riwayat saja supaya tidak terlalu kepanjangan.
Doa Pergi ke Masjid
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata, “Sungguh, Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berangkat shalat sambil membaca doa ini:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا، وَفِي لِسَانِي نُورًا، وَاجْعَلْ فِي سَمْعِي نُورًا، وَاجْعَلْ فِي بَصَرِي نُورًا، وَاجْعَلْ مِنْ خَلْفِي نُورًا، وَمِنْ أَمَامِي نُورًا، وَاجْعَلْ مِنْ فَوْقِي نُورًا، وَمِنْ تَحْتِي نُورًا، اللَّهُمَّ أَعْطِنِي نُورًا.Thu, 30 May 2024 - 3878 - Shalat Khauf
Shalat Khauf ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 19 Dzulqa’dah 1445 H / 27 Mei 2024 M.
Download kajian sebelumnya: Sebab-Sebab Lain yang Membolehkan Menjamak Shalat
Kajian Tentang Shalat Khauf
Shalat khauf atau shalat dalam keadaan genting karena peperangan atau yang semisalnya. Pembahasan shalat khauf ini biasanya adalah tentang shalat berjamaahnya atau shalat wajibnya. Walaupun sebenarnya ada sisi-sisi shalat khauf yang juga merupakan shalat sunnah, akan tetapi biasanya tidak dibahas dalam pembahasan shalat khauf karena shalat sunnah selain khauf pun sudah longgar dan memang ada pembahasan-pembahasan khusus tentang shalat wajib yang dilakukan ketika sedang dalam keadaan genting karena peperangan.
Shalat khauf ini caranya sangat berbeda dengan shalat fardhu secara berjamaah dalam keadaan biasa. Karena keadaan genting ketika peperangan, kita membutuhkan penjagaan. Kalau shalat dilakukan seperti cara biasa, maka bisa jadi dalam keadaan-keadaan tertentu, kaum muslimin tidak terselamatkan atau tidak bisa terjaga dengan baik. Makanya, shalat khauf ada cara tersendiri untuk meningkatkan penjagaan dan keselamatan bagi kaum muslimin yang sedang shalat wajib secara berjamaah.
Mayoritas ulama mengatakan bahwa syariat shalat khauf belum dinasakh (dihapus), masih berlaku sampai hari kiamat. Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa syariat tersebut sudah dinasakh. Di antara yang memilih pendapat ini adalah Al-Muzani, yaitu murid seniornya Imam Syafi’i. Begitu pula ada ulama lain seperti Abu Yusuf Al-Qadhi, sahabatnya Imam Abu Hanifah. Dua ulama ini mengatakan bahwa shalat khauf sudah dihapus, itu hanya disyariatkan di zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Namun, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat mayoritas ulama yang mengatakan bahwa shalat khauf ini masih disyariatkan. Banyak dalil yang mendasari pendapat jumhurul ulama ini, di antaranya adalah hukum asal dari hukum yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah tetap berlaku selama tidak ada dalil kuat yang menjelaskan bahwa itu dinasakh. Maka kita harus berpegang teguh kepada hukum asal ini bahwa syariat tersebut masih berlaku, dan memang tidak ada dalil yang kuat yang menjelaskan bahwa syariat ini telah dinasakh.
Kemudian, para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sepakat bahwa syariat shalat khauf ini masih berlaku, belum dinasakh. Banyak para sahabat yang melakukan syariat shalat khauf ini. Di antaranya sahabat Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu, beliau pernah melakukan shalat khauf ini ketika perang Shiffin. Ada lagi sahabat Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu ‘Anhu. Beliau melakukan shalat khauf dengan para pengikutnya ketika di Asbahan. Begitu pula Hudzaifah bin Yaman pernah melakukan shalat ini, bahkan ketika itu ada sahabat lain, Sa’ad bin Abi Waqqas. Mereka melakukan shalat khauf ini di Thabaristan dan tidak ada pengingkaran dari sahabat yang lain tentang shalat khauf ini. Ini menunjukkan bahwa para sahabat sepakat bahwa shalat khauf ini masih disyariatkan, bukan telah dihapus.
Cara Shalat khauf
Disebutkan oleh para ulama bahwa di sana ada enam cara. Enam cara ini semuanya boleh dilakukan karena telah diriwayatkan...Wed, 29 May 2024 - 51min - 3877 - Bab Dihapusnya Berbicara dalam Shalat
Bab Dihapusnya Berbicara dalam Shalat merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Mukhtashar Shahih Muslim yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Sabtu, 18 Dzulqa’dah 1445 H / 26 Mei 2024 M.
Bab Dihapusnya Berbicara dalam Shalat
Kita masih di Bab Dihapusnya Berbicara dalam Shalat, artinya tadinya boleh berbicara dalam shalat kemudian dihapus menjadi dilarang.
Hadits 333:
Dari Muawiyah bin Al-Hakam Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “Ketika aku sedang shalat bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tiba-tiba ada orang yang bersin, maka aku pun membalasnya, ‘Yarhamukallah.’ Maka orang-orang pun kemudian melotot kepadaku. ‘Aduh, kenapa kalian kok melihatku seperti itu?’ Maka mereka pun kemudian memukul paha-paha mereka dengan tangan mereka, maksudnya menyuruhku diam. Ketika aku melihat mereka menyuruhku diam, lalu aku pun diam.”
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah selesai shalat, demi ayah dan ibuku-maksudnya sebagai tebusannya-aku belum pernah melihat seorang guru yang paling bagus tata cara mengajarnya sebelum beliau, tidak pula setelah beliau. Demi Allah, beliau tidak menghardikku, tidak pula memukulku, tidak pula mencaciku. Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya shalat ini tidak boleh dimasuki ucapan manusia. Shalat ini hanyalah tasbih, takbir, dan membaca Al-Qur’an.” Atau seperti itu yang diucapkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, aku baru saja meninggalkan masa jahiliah dan Allah telah mendatangkan kepadaku Islam. Di antara kami ada yang suka mendatangi dukun.”
Maka Rasulullah bersabda, “Jangan kamu datangi mereka.”
Aku berkata lagi, “Di antara kami ada orang yang suka tathayyur (menganggap sial dengan suara burung atau angka tertentu, hari tertentu).” Maka Rasulullah bersabda, “Itu sesuatu yang mereka temukan di hati mereka, maka janganlah tathayyur itu menghalangi mereka (artinya, jangan sampai perasaan yang tidak benar itu membuat mereka tidak jadi safar).” Berkata Ibnu Shihab, “Janganlah itu mencegah kalian.”
Aku berkata lagi, “Wahai Rasulullah, di antara kami ada orang-orang yang menggaris (maksudnya meramal).” Maka Rasulullah bersabda, “Dahulu ada seorang nabi dari para nabi yang juga menggaris. Siapa yang sesuai dengan garisnya para nabi maka silahkan saja (maksudnya celaan, artinya tidak mungkin bisa melakukan seperti yang dilakukan oleh nabi, karena nabi berdasarkan wahyu. Kalau mereka berdasarkan ramalan yang tidak ada sama sekali dasarnya. Ini batil.).
Aku memiliki seorang hamba sahaya wanita, wahai Rasulullah. Dia suka menggembalakan kambing-kambingku di sebelah Gunung Uhud, yaitu di Jawwaniyyah (sebuah tempat di bagian utara Kota Madinah dekat Uhud). Suatu hari, aku menengok kambing-kambingku, ternyata serigala telah pergi membawa seekor kambingku. Sebagai manusia, aku marah, maka aku pun menamparnya sekali.
Maka aku [pun mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Rasulullah menganggap perbuatanku yang menempeleng hamba sahaya itu sebagai sesuatu yang berat, karena itu termasuk kezaliman. Lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, apakah aku merdekakan saja budak itu?” Kata Rasulullah, “Coba bawa dia kepadaku.Tue, 28 May 2024 - 55min - 3876 - Beriman Bahwasannya Allah Telah Menulis Takdir
Beriman Bahwasannya Allah Telah Menulis Takdir adalah kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. pada Ahad, 17 Dzulqa’dah 1445 H / 25 Mei 2024 M.
Kajian Tentang Beriman Bahwasannya Allah Telah Menulis Takdir
Beriman kepada takdir adalah rukun iman yang keenam. Dimana iman kepada takdir memiliki banyak manfaat. Di antaranya adalah menambah keyakinan bahwa ilmu Allah itu sempurna dan luas. Ketika kita meyakini bahwa takdir telah ditentukan dan seluruh makhluk telah ditentukan ketentuannya, itu menunjukkan bahwa ilmu Allah sangat luas dan sempurna. Allah tahu apa yang akan terjadi sampai hari kiamat.
Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Debatlah orang-orang qadariyah dengan ilmu Allah.” Tanya kepada orang qadariyah (kelompok yang menolak adanya takdir), apakah Allah mengetahui apa yang akan terjadi sampai hari kiamat? Jika mereka menjawab Allah tahu, maka mereka telah membatalkan keyakinan mereka, karena orang qadariyah menolak adanya takdir. Jika mereka mengatakan Allah tidak tahu, maka mereka kafir karena meniadakan ilmu Allah.
Karena ilmu Allah sangat sempurna, maka ketentuan Allah pun tidak akan berubah-ubah, berbeda dengan manusia. Aturan manusia bisa berubah-ubah mengikuti zaman, tempat, dan lainnya karena ilmu manusia kurang dan sedikit. Oleh karena itu, aturan sering berubah-ubah. Sedangkan Allah, aturanNya tidak mungkin berubah-ubah karena Allah tahu apa yang akan terjadi sampai masa depan. Maka takdir Allah tidak berubah.
Adapun hadits yang menyebutkan bahwa, لا يرد القدر إلا الدعاء (Tidak ada yang menolak takdir kecuali doa), apakah artinya takdir akan berubah dengan doa?
Para ulama mengatakan bahwa doa itu termasuk sebab. Sama halnya dengan orang yang lapar kemudian mencari makan. Ketika dia lapar, itu takdir. Lalu dia makan dan setelah makan kenyang, itu juga takdir. Semua tidak lepas dari ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demikian pula doa, doa adalah sebab untuk mendapatkan takdir yang telah Allah tentukan kepada kita.
Beriman bahwa Allah telah menulis takdir
Seluruh manusia sudah ditakdirkan 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Ingat, takdir itu rahasia Allah. Masalah takdir cukup kita beriman saja. Adapun jika kita terlalu dalam memikirkan takdir, khawatirnya lama-lama kita akan mendustakan takdir dan akhirnya menolak takdir.
Munculnya Qadariyah akibat terlalu memikirkan takdir, dan Jabariyah pun demikian. Maka dari itu, tidak boleh kita masuk ke dalam lautan masalah takdir kecuali dengan ilmu dan iman. MasyaAllah, bahkan iblis pun berhujah dengan takdir dan berusaha untuk menyesatkan manusia dengan alasan takdir. Apa kata Iblis?
فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ
“Karena Engkau telah sesatkan aku, aku akan menghalang-halangi mereka dari jalanMu yang lurus.” (QS. Al-A’raf[7]: 16)
Lihat, dia berhujah dengan takdir. Ternyata takdir tidak menjadikan iblis bertaubat, malah semakin lari dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak mau taubat.
Orang musyrikin Quraisy juga beralasan dengan takdir terhadap kesyirikan yang mereka lakukan. Mereka berkata,
…لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آبَاؤُنَا…
“Kalau Allah kehendaki, kami tidak akan berbuat syirik, tidak pula bapak-bapak kami.”
Selalu mereka, orang-orang yang tersesat jalan, beralasan dengan takdir untuk membenarkan kemaksiatannya. Ini adalah mazhab Jabariah, seakan manusia tidak punya kemampuan.Mon, 27 May 2024 - 2h 03min - 3875 - Mengejar Husnul Khatimah
Mengejar Husnul Khatimah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah tematik oleh Ustadz Dr. Abu ‘Abdil Muhsin Firanda Andirja, M.A. Hafidzahullah pada Senin, 17 Dzulqa’dah 1445 H / 25 Mei 2024 M.
Kajian Tentang Mengejar Husnul Khatimah
Suatu hal yang menggelisahkan para Shalihin adalah ketidaktahuan mereka tentang akhir kehidupan mereka, apakah masuk surga ataukah masuk neraka? Oleh karenanya Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata, “Sesungguhnya Sufan Rahimahullahu Ta’ala dahulu sangat gelisah tentang bagaimana amal-amal yang telah lalu dan bagaimana tentang penghujung amalannya. Dan dia menangis dan berkata, ‘Saya tidak tahu apa yang ditulis tentangku di Lauhil Mahfudz, apakah saya termasuk yang celaka atau tidak. Dan aku khawatir imanku dicabut ketika akan meninggal dunia.'”
Ibnu Abi Mulaikah berkata, “Aku mendapati 30 orang sahabat nabi (di antaranya sahabat-sahabat senior), semuanya takut ada kemunafikan pada diri mereka.” Mereka tidak tahu tentang bagaimana akhir dari kehidupan mereka. Sementara Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
إنما الأعمال بالخواتيم
“Sesungguhnya amalan tergantung dari penutupnya.” (HR. Bukhari)
Penutup amalan seorang itulah kesimpulan dari amalan dia selama dalam hidupnya. Inilah yang menggelisakan para Shalihin. Sebagaimana kata Ibnul Qayyim Rahimahullahu Ta’ala, “Sungguh rasa takut terhadap penghujung telah mematahkan punggung-punggung orang-orang yang shalih.” Mereka gelisah dengan akhir kehidupan mereka.
Karenanya tidak kita dapati para Shalihin mereka PD masuk surga, bahkan para sahabat yang telah dijamin masuk surga, mereka tetap khawatir tentang akhir mereka.
Lihatlah contoh nyata Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu yang memiliki segudang pujian dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Di antaranya nabi mengatakan, “Umar di surga.” Bahkan Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yang lain mengatakan, “Umar akan mati syahid.” Ketika Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam naik di atas gunung bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman, maka gunung Uhud bergetar. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Wahai Uhud, tenanglah engkau, sesungguhnya yang sedang berada di atasmu adalah seorang nabi, seorang siddiq , dan dua orang yang mati syahid.” Dan benar Umar akhirnya mati syahid.
Setelah semua berita ini, apakah Umar kemudian PD? Ternyata tidak. Ketika beliau dalam kondisi akan meninggal dunia, beliau diletakkan di tempat tidur, maka orang-orang pun berdatangan. Ada seorang yang memuji Umar dengan pujian yang luar biasa. Umar Radhiyallahu ‘Anhu menjawab, “Aku hanya berharap impas dengan pujian-pujian tersebut.” Beliau tidak PD dengan segudang pujian yang Nabi berikan kepadanya. Padahal sudah tampak di hadapan dia Husnul Khatimah. Tapi tetap tidak ada sombong bahwasanya beliau pasti masuk surga.
Inilah seorang wali dari wali-wali Allah yang sesungguhnya, yang mengerti betul tentang keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahwasanya apa yang kita lakukan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dari sini kita tahu bahwasanya yang menggelisahkan orang-orang Shalih adalah mereka tidak tahu tentang kesudahan mereka.
Lalu bagaimana kiat-kiat Mengejar Husnul Khatimah?Mon, 27 May 2024 - 1h 11min - 3874 - Khutbah Jumat: Tiga Hal yang Menyempurnakan Amal Shalih
Khutbah Jumat: Tiga Hal yang Menyempurnakan Amal Shalih ini merupakan rekaman khutbah Jum’at yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor, pada Jum’at, 16 Dzulqa’dah 1445 H / 24 Mei 2024 M.
Khutbah Jumat Pertama: Tiga Hal yang Menyempurnakan Amal Shalih
Sesungguhnya, amalan shalih adalah sebab kita masuk ke dalam surga. Allah berfirman kepada penduduk surga,
… ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Masuklah kalian ke dalam surga disebabkan oleh amalan kalian.” (QS. An-Nahl[16]: 32)
Betapa butuhnya kita kepada amalan shalih karena ia adalah kehidupan untuk hati kita. Amalan shalih menguatkan, bahkan menjadi nutrisi untuk keimanan kita. Orang yang senantiasa beramal shalih maka ia dekat dengan Allah, Rabbul Izzati wal Jalalah, dan orang yang jauh dari amalan shalih maka ia dekat kepada setan yang akan berusaha untuk menyesatkan dirinya.
Saudaraku, amalan shalih tidak sempurna kecuali dengan tiga perkara: Yang pertama adalah melakukan segera dan tidak menunda-nundanya. Yang kedua adalah menyembunyikannya dan tidak memperlihatkan kepada orang lain. Yang ketiga adalah menganggapnya sedikit dan tidak banyak, sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul Qashidin.
1. Melakukan segera dan tidak menunda-nundanya
Yang pertama, saudaraku, menyegerakannya dan tidak menunda-nundanya, karena menunda-nunda amal itu tanda bahwa kita akan segera meninggalkan amal. Karena di antara talbis iblis adalah bagaimana supaya kita tidak beramal, yaitu di antaranya adalah kita diberikan penyakit taswif (selalu menunda, menunda, dan menununda). Oleh karena itu, Al-Hasan Al-Bashri berkata, “Jauhilah oleh kamu menunda-nunda karena kamu sedang berada di hari ini, bukan di hari esok.
2. Menyembunyikan amalan shalih
Yang kedua adalah menyembunyikan amalan shalih. Karena memperlihatkan amal shalih sangat dekat dengan riya. Hati kita sangat lemah, untuk bisa ikhlas tidaklah mudah. Betapa sulitnya keikhlasan, sampai-sampai Sufyan Ats-Tsauri berkata, “Aku tidak mengobati sesuatu yang paling sulit daripada niatku sendiri.”
Banyak di antara kita yang memperlihatkan amal shalihnya di media sosial dengan dalih agar orang lain meniru kita. Itu niat yang baik, tapi apakah kita bisa meyakinkan diri akan selamat dari penyakit riya? Allah Subhanahu wa Ta’ala menganjurkan kita untuk menyembunyikan sedekah. Allah berfirman,
إِن تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ ۖ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ
“Jika kalian memperlihatkan sedekah kalian, itu baik. Dan jika kalian menyembunyikan sedekah kalian, itu lebih baik buat kalian.” (QS. Al-Baqarah[2]: 751)
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tentang tujuh orang yang akan Allah berikan naungan pada hari kiamat, di mana tidak ada naungan kecuali naungan Allah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan salah satunya adalah “orang yang bersedekah lalu ia sembunyikan sedekahnya sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.”
Saudaraku, Salafush Shalih dahulu berusaha menyembunyikan amal shalih mereka. Ini dia Imam Ahmad yang mengkhatamkan Al-Qur’an tetapi istrinya tidak tahu. Mereka berlomba-lomba untuk menyembunyikan amal,Mon, 27 May 2024 - 9min - 3873 - Kesalahan-Kesalahan yang Harus Dihindari dalam Komunikasi dengan Remaja
Kesalahan-Kesalahan yang Harus Dihindari dalam Komunikasi dengan Remaja merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 13 Dzulqa’dah 1445 H / 21 Mei 2024 M.
Kajian Tentang Kesalahan-Kesalahan yang Harus Dihindari dalam Komunikasi dengan Remaja
Komunikasi yang hangat dan lancar antara orang tua dan remaja adalah kunci penting dalam mencapai kebaikan bersama. Sebagai pihak yang lebih dewasa, orang tua semestinya bersungguh-sungguh belajar dan memperbaiki diri. Tentunya, para orang tua memiliki pengalaman yang lebih daripada anak-anak remaja. Mereka tentunya lebih banyak tahu. Dan seiring dengan bertambahnya usia, biasanya menjadi lebih santun dan lebih bisa mengendalikan diri. Berbeda dengan anak remaja yang mungkin masih berapi-api, dengan gairah muda dan semangat darah muda yang biasanya memiliki sifat impulsif dan eksplosif.
Maka, orang tua harus menjadi penyeimbang di sini, agar bisa menjadi pendamping sekaligus pembimbing yang mampu menyuguhkan suasana yang hangat dan perasaan yang nyaman, khususnya ketika berkomunikasi dan berdialog dengan mereka. Orang tua tidak boleh membuat remaja tambah stres, tidak nyaman, atau bingung karena komunikasinya tanpa arah dan tidak terarah, bukan membimbing tapi membingungkan. Tentunya, ini perlu kematangan ilmu dan kedewasaan untuk melihat suatu masalah tidak hanya dari satu sisi tapi dari banyak sisi. Ini akan memperkaya etika komunikasi kita, sehingga tidak picik dan seperti pepatah “seperti katak di bawah tempurung.”
Kadang-kadang orang tua tidak nyambung dengan anak remajanya karena mereka berbicara tentang sesuatu yang tidak up-to-date. Sehingga remaja tidak mengerti, dan orang tua selalu membanding-bandingkan dengan masanya waktu dia remaja dulu. Ini tidak sama tentunya, dan ini juga tidak bisa dijadikan ukuran. “Dulu, ayah masih remaja begini,” ini beda, tidak bisa disamakan karena tantangannya berbeda. Jadi, itu kurang bijak juga kalau kita menyamakan kondisi remaja kita dulu dengan kondisi anak remaja sekarang. Mereka pasti kurang nyambung karena mereka tidak bisa membayangkan bagaimana orang tua mereka waktu remaja dulu. Kondisi dulu tidak masuk dalam kepala mereka, mereka tidak bisa menggambarkannya. Mereka hanya mendapat cerita dari orang tua.
Maka, sebenarnya kita tidak perlu membandingkan masa remaja kita dengan masa remaja anak-anak zaman sekarang. Kadang-kadang pembicaraan itu tidak relate dan tidak menyentuh masalah mereka. Lebih parah lagi, kadang-kadang tidak memberikan solusi. Ini yang membingungkan, kalau kita berkomunikasi dan berbicara tentang masalah-masalah yang mereka hadapi tapi tanpa solusi, seolah-olah kita menyuruh mereka untuk mencari solusi sendiri. Maka dari itu, para orang tua sebelum menasihati, sebaiknya menata dan mengonsep lebih dulu nasihat yang akan disampaikan, materi yang akan dibicarakan, sehingga lebih terarah dan tidak membuat bingung orang yang diajak dialog atau bicara.
Mau tidak mau, para orang tua juga harus menyelami dan mengetahui sedikit banyak tentang dunia remaja hari ini karena tantangan mereka sangat besar dan banyak. Mungkin tidak seperti masa remaja kita dulu yang lebih simpel dan sederhana, berbeda dengan sekarang. Contohnya, dari sisi informasi yang masuk dan sampai kepada mereka, hari ini manusia dicekoki dengan informasi yang luar biasa banyaknya. Hal ini mempengaruhi pola pikir, cara pandang, dan gaya hidup mereka.
Thu, 23 May 2024 - 56min - 3872 - Buruk Sangka Sesama Muslim
Buruk Sangka Sesama Muslim adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Hadits-Hadits Perbaikan Hati. Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada Senin, 12 Dzulqa’dah 1445 H / 20 Mei 2024 M.
Kajian Islam Ilmiah Tentang Buruk Sangka Sesama Muslim
Imam Bukhari dan Muslim, dalam dua kitab shahihnya, dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
إيَّاكُمْ والظَّنَّ، فإنَّ الظَّنَّ أكْذَبُ الحَديثِ، ولا تَحَسَّسُوا، ولا تَجَسَّسُوا، ولا تَنافَسُوا، ولا تَحاسَدُوا، ولا تَباغَضُوا، ولا تَدابَرُوا، وكُونُوا عِبادَ اللهِ إخْوانًا.
“Jauhilah prasangka, karena sesungguhnya prasangka adalah sedusta-dusta perkataan. Janganlah kalian mencari-cari kesalahan, mengintai-intai kesalahan, janganlah selalu berlomba-lomba saling iri, saling hasad, saling membenci, dan saling membelakangi. Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari Muslim)
Sesungguhnya, di antara tujuan-tujuan yang harus diperhatikan oleh setiap Muslim adalah menjaga persaudaraan keimanan, menjaga hubungan keagamaan yang merupakan hubungan yang paling kuat dan tali yang paling kokoh, serta menghindari semua hal yang bisa melemahkan atau merusak persaudaraan. Allah Ta’ala berfirman,
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka perbaikilah hubungan antara saudara-saudara kalian dan bertakwalah kepada Allah agar kalian mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat[49]: 10)
Ada beberapa perkara yang diperingatkan oleh syariat dan dilarang olehnya, yang bisa mempengaruhi persaudaraan keimanan, serta bisa merusak dan melemahkan persaudaraan, yaitu prasangka buruk kepada saudara sesama Muslim. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
إيَّاكُمْ والظَّنَّ، فإنَّ الظَّنَّ أكْذَبُ الحَديثِ
“Jauhilah prasangka, sesungguhnya prasangka tersebut adalah seburuk-buruk perkataan.” Yaitu bisikan jiwa yang dibisikan oleh setan di dalam jiwa seorang manusia. Tentu yang dimaksud di sini adalah larangan dari prasangka buruk, karena hal ini sama dengan apa yang tertera dalam Al-Qur’anul Karim setelah firman Allah Azza wa Jalla, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ…
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa.” (QS. Al-Hujurat[49]: 13)
Sesungguhnya, persangkaan buruk yang dilakukan oleh seorang Muslim kepada saudaranya merupakan salah satu penyakit dari pengyakit-penyakit hati, yang bisa berdampak besar dan memberikan pengaruh yang sangat buruk dan berbahaya dalam merusak persaudaraan. Bahkan, hal ini bisa menghancurkan persaudaraan sesama kaum Muslimin. Persangkaan buruk adalah prasangka yang ada di dalam hati yang tidak dibangun di atas bukti, melainkan hanya bersandar pada ucapan yang ia dengar dari saudaranya atau kelakuan yang ia lihat dari saudaranya. Kemudian,Wed, 22 May 2024 - 3871 - Konsep Zuhud Yang Salah
Konsep Zuhud Yang Salah ini adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 12 Dzulqa’dah 1445 H / 20 Mei 2024 M.
Kajian tentang Konsep Zuhud Yang Salah
Kita masih berbicara tentang kaum Sufi dan sikap mereka yang menyimpang dari syariat, masuk dalam bab menghinakan diri sendiri. Ini salah satu perkara yang dilakukan oleh kaum Sufi untuk menunjukkan kezuhudan, kewara’an, ataupun keshalihan. Mereka beranggapan bahwa untuk menjadi orang yang tawadhu, harus menghinakan diri; untuk jadi zuhud, harus miskin. Ini sebenarnya satu pemahaman yang salah, karena zuhud itu tidak harus miskin.
Zuhud adalah bagaimana seorang hamba bisa membersihkan hatinya dari kecondongan kepada dunia atau terbebasnya hati seseorang dari keterikatan kepada dunia. Maka, kezuhudan itu tidak berkaitan dengan status sosial. Siapapun bisa zuhud apabila dia bisa membebaskan dan melepaskan belenggu dunia dari hatinya, baik itu si kaya maupun si miskin.
Berapa banyak orang-orang miskin gagal zuhud karena di dalam hatinya masih tersimpan belenggu dunia, yaitu ambisi untuk mengejar dunia. Padahal dunia menjauh darinya, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membentangkan dunia itu untuknya. Dia miskin, tapi hatinya terus terikat dengan dunia, orientasinya kepada dunia, dipenuhi dengan ambisi-ambisi dan ketamakan-ketamakan kepada dunia. Sehingga banyak kita lihat orang miskin main judi, apalagi sekarang ada namanya judi online. Kalau kita lihat, orang-orang yang terjebak dalam praktik judi online banyak di antara mereka justru orang miskin. Kenapa mereka bisa terjerat pada perjudian itu dan mereka tahu itu judi? Karena hati mereka belum terbebas dari belenggu dunia. Padahal mereka miskin, ketamakan dan keserakahan kepada dunia masih menghiasi hati mereka. Lalu bagaimana mereka bisa zuhud?
Jadi, kezuhudan itu juga tidak berkaitan secara langsung dengan status sosial, apakah orang itu miskin atau kaya. Berapa banyak orang-orang kaya justru bisa membebaskan belenggu dunia dari hatinya. Dia menjadi orang kaya yang dermawan, mau berbagi, bahkan mereka berbagi sebelum diminta. Tidak ada ketamakan pada hati mereka, bahkan mereka berusaha menjauh, tapi dunia justru mengejar mereka. Allah takdirkan mereka menjadi orang-orang yang kaya,
ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ…
“Itulah karunia yang Allah berikan kepada siapa yang dikehendaki.” (QS. Al-Jumu’ah[62]: 4)
Jadi, kezuhudan juga tidak berkaitan dengan status sosial. Artinya, untuk jadi orang zuhud tidak harus jatuh miskin.
Demikian juga, untuk menjadi orang tawadhu tidak perlu menghinakan diri. Namun, konsep yang ada di kalangan kaum Sufi ini justru agak aneh dan menyimpang. Mereka mengidentikkan kezuhudan dengan kemiskinan. Maka sebelumnya, kita banyak mengupas kisah-kisah atau cerita-cerita dari mereka yang membuang harta untuk memiskinkan diri. Karena menurut mereka, zuhud itu tidak bisa dilakukan kalau tidak miskin. Ini adalah konsep zuhud yang salah.
Demikian juga, kisah-kisah sebelumnya tentang orang-orang Sufi yang sengaja menghinakan diri, menjadikan diri mereka hina supaya bisa menjadi orang yang tawadhu. Untuk bisa menjadi orang shalih, mereka terus ibadah dan meninggalkan aktivitas dunia, seperti mencari nafkah, agar bisa menjadi orang shalih. Seolah-olah,Tue, 21 May 2024 - 37min - 3870 - Mengajari Anak Sopan Santun dan Keberanian
Mengajari Anak Sopan Santun dan Keberanian ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Fiqih Pendidikan Anak yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 12 Dzulqa’dah 1445 H / 20 Mei 2024 M.
Kajian Tentang Mengajari Anak Sopan Santun dan Keberanian
Kembali kita mengkaji fikih pendidikan anak. Kali ini sampai di serial nomor 192, mengangkat tema mengajari anak sopan santun dan keberanian. Berarti ada dua hal yang perlu kita ajarkan kepada anak: yang pertama, sopan santun; yang kedua, keberanian.
Kenapa tidak dibahas satu-satu saja? Sekarang bahas mengajarkan anak sopan santun, nanti pertemuan berikutnya ngajari anak keberanian? Karena ada maksudnya. Sebagian orang mengira bahwa sopan santun dan keberanian itu bukan dua hal yang bisa dilakukan bersama-sama. Ada sebagian orang mengira tidak mungkin ada orang sopan tapi berani, ada orang berani tapi sopan. Biasanya kalau orang sopan itu penakut atau pemalu dalam makna yang tidak baik. Atau sebaliknya, kalau ada orang berani biasanya ngomongnya kasar, tidak sopan. Ini adalah pemahaman yang harus diluruskan. Orang itu bisa sopan dan berani di waktu yang sama, bisa berani dan sopan di waktu yang sama. Jadi ini bukan dua hal yang kontradiktif. Tidak berarti bahwa orang yang sopan itu penakut atau orang yang berani itu tidak sopan.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, panutan kita, biasa mengajarkan anak-anak kecil di zaman beliau dua hal tersebut secara bersamaan. Jadi, dalam satu momen, dalam satu kejadian, dalam satu peristiwa, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan keberanian dan sopan santun sekaligus. Jadilah anak yang sopan dan jadilah anak yang pemberani. Jadilah anak yang pemberani dan jadilah anak yang sopan.
Mari kita lihat contohnya dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim. Diceritakan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam minum, dan saat itu beliau tidak sendirian. Beliau bersama dengan beberapa orang sahabat. Allah takdirkan saat itu ada yang duduk di sebelah kanan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan ada yang duduk di sebelah kiri. Biasanya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kalau habis minum, maka beliau akan mempersilakan orang yang di sebelah kanannya untuk minum setelah beliau. Itu kebiasaan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan itulah sunnahnya. Hal ini karena kanan lebih istimewa daripada kiri. Makanya kalau kita melakukan sesuatu yang baik-baik, pakai tangan kanan. Kalau melakukan sesuatu yang kotor-kotor, pakai tangan kiri.
Makanya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam habis minum, beliau persilakan biasanya orang yang di sebelah kanan. Tapi saat itu, yang duduk di sebelah kanan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah anak kecil. Terus yang duduk di sebelah kirinya adalah orang-orang tua. Secara etika, yang didahulukan adalah orang tua.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam? Kalau beliau kasih yang kanan, padahal itu yang benar, nanti orang-orang tua agak gimana kan? Masa didahulukan anak kecil padahal ada orang tua? Kalau Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulukan yang tua, mereka duduknya di sebelah kiri, menyelisihi sunnah. Sunnahnya mendahulukan yang kanan.Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam minta izin kepada anak kecil.
Bayangkan, anak kecil diminta izin: “Boleh tidak, gelas ini saya kasihkan dulu kepada orang tua yang ada di sebelah kiri saya?Tue, 21 May 2024 - 42min
Mostrar mais episódios
5Podcasts semelhantes a Radio Rodja 756 AM
- El Partidazo de COPE COPE
- Herrera en COPE COPE
- The Dan Bongino Show Cumulus Podcast Network | Dan Bongino
- Dzulqarnain Muhammad Sunusi Dzulqarnainms
- Es la Mañana de Federico esRadio
- La Noche de Dieter esRadio
- RADIO FAJRI FM 99.3 MHz FAJRI FM
- Kajian Ustadz Khalid Basalamah Kajian Islam
- K.H. ZAINUDDIN MZ K.H. ZAINUDDIN MZ
- Kumpulan Dakwah Islam Lentera Pagi
- Warna 942 Firman Dan Sabda Mediacorp
- Más de uno OndaCero
- Podcast Dakwah Sunnah podcastdakwahsunnah
- La Zanzara Radio 24
- L'Heure Du Crime RTL
- El Larguero SER Podcast
- Nadie Sabe Nada SER Podcast
- SER Historia SER Podcast
- Todo Concostrina SER Podcast
- 安住紳一郎の日曜天国 TBS RADIO
- Ustad Das'ad Latif Ustad Das'ad Latif
- 辛坊治郎 ズーム そこまで言うか! ニッポン放送
- 飯田浩司のOK! Cozy up! Podcast ニッポン放送
- 武田鉄矢・今朝の三枚おろし 文化放送PodcastQR