Podcasts by Category

Radio Rodja 756 AM

Radio Rodja 756 AM

Radio Rodja 756AM

Menebar Cahaya Sunnah

3865 - Menghindari Perdebatan dengan Anak
0:00 / 0:00
1x
  • 3865 - Menghindari Perdebatan dengan Anak

    Menghindari Perdebatan dengan Anak merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 06 Dzulqa’dah 1445 H / 14 Mei 2024 M.







    Kajian Tentang Menghindari Perdebatan dengan Anak



    Untuk bisa mempengaruhi, seseorang harus menghindari perdebatan yang sengit, cacian, hinaan, apalagi makian yang menyebabkan munculnya rasa marah dan permusuhan. Sebaliknya, hendaknya kita fokus untuk memecahkan masalah. Kadang-kadang perhatian kita teralihkan kepada hal-hal yang sebenarnya tidak berkaitan dengan masalahnya. Kita mulai emosi, kemudian mengucapkan kata-kata yang tidak berfaedah. Misalnya, “Kamu sudah disekolahkan, kok seperti itu? Kok seperti ini?” atau kata-kata sejenisnya yang seolah-olah kita justru mengungkit-ungkit kebaikan-kebaikan yang sudah kita lakukan kepadanya.



    Padahal apa yang sudah kita lakukan kepadanya itu anggaplah sebagai amal shalih. Kedepannya, kita terus berusaha untuk berbuat baik kepada anak-anak kita, bukan justru mengungkit-ungkit. Itu bisa dikategorikan sebagai mannan (mengungkit-ungkit kebaikan).



    Memang boleh menyebutkan kebaikan untuk tujuan pendidikan, tetapi lihat konteksnya. Yaitu konteksnya betul-betul pendidikan dan orang yang mendengar ungkitan kita itu mengerti bahwa ini tujuannya untuk mendidik dan mengarahkannya, bukan untuk merendahkannya.



    Jadi, tidak di setiap momen kita boleh mengungkit kebaikan kepada orang lain dengan alasan ingin memberikan pelajaran. Kadang-kadang, perbedaan antara nasihat dan mempermalukan itu tipis. Begitu juga, perbedaan antara pelajaran dan hinaan. Maka, itu kembali kepada tujuan dan niat kita. Kadang-kadang, tanpa alasan yang jelas, kita mengungkit-ungkit kebaikan. Itu tidak dibenarkan, itu tergolong mannan, yang mana Allah tidak akan melihat pelakunya, tidak berbicara dengannya, tidak menyucikannya dari keburukan, dan baginya adzab yang pedih.



    Biasanya, dalam dialog seperti ini, orang tua yang tidak bisa mengontrol emosinya jatuh dalam hal-hal seperti itu. Mereka mulai mengungkit kebaikan-kebaikannya, apa yang sudah dilakukannya kepada anaknya.



    Jadi, hindari perdebatan. Kita tidak perlu berdebat dengan anak-anak kita. Itu bukan levelnya. Yang perlu dilakukan adalah tukar pikiran, berdiskusi, berdialog, bukan berdebat. Setan biasa menggunakan majelis-majelis debat untuk menggiring seseorang kepada kebatilan atau menjebak seseorang kepada kesalahan.



    Nabi tidak berdebat dengan pemuda yang meminta izin berzina dengan mengatakan, “Apakah kamu tidak tahu zina itu haram?” Nabi juga tidak menyampaikan dalil-dalil yang panjang atau dengan cara menghardik. Nabi tidak memberondongnya dengan hal semacam itu, walaupun zina adalah perkara mendasar yang setiap muslim tahu bahwa itu haram.



    Coba lihat bagaimana dialog Nabi dengan pemuda tersebut. Luar biasa, Nabi tidak mengajaknya debat, tapi berusaha membangkitkan rasa empatinya terhadap orang lain. Dengan demikian, pemuda itu bisa merasakan akibat atau konsekuensi dari perbuatannya. Kadang-kadang orang tidak berpikir sejauh itu, namun setelah tahu, mereka mungkin berpikir ulang untuk melakukan apa yang diinginkannya.



    Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.



    Download mp3 Kajian













    Fri, 17 May 2024 - 49min
  • 3864 - Bab Berkhianat dan Membatalkan Janji

    Bab Berkhianat dan Membatalkan Janji adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Mubarak Bamualim, Lc., M.H.I. pada Selasa, 06 Dzulqa’dah 1445 H / 14 Mei 2024 M.



    Kajian sebelumnya: Haramnya Mencela Nasab-Nasab Keturunan







    Kajian Tentang Bab Berkhianat dan Membatalkan Janji



    Pembahasan kita masih pada bab tentang berkhianat dan membatalkan janji. Sudah kita bahas pada pertemuan yang lalu hadits yang pertama yaitu hadits Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,



    أرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنافِقًا خَالِصًا…



    “Ada empat perkara, yang mana apabila empat perkara ini ada pada diri seseorang maka dia adalah seorang munafik yang murni. Dan barangsiapa yang memiliki salah satu atau dua dari perangai yang empat ini maka dalam dirinya terdapat sifat kemunafikan sehingga dia meninggalkan perangai-perangai buruk tersebut. Empat perangai itu adalah: Kalau diberikan kepercayaan, dia khianat. Kalau berbicara, dia berdusta. Kalau berjanji, dia berkhianat (membatalkan perjanjian secara sepihak). Apabila bertikai, maka dia melampaui batas (berbuat kejahatan).” (Muttafaqun ‘alaih)



    Na’udzubillah, kita bermohon perlindungan pada Allah dari sifat-sifat seperti ini.



    Hadits berikutnya. Dari Abdullah bin Mas’ud, dari Abdullah bin Umar, dan dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhuma. Mereka berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:



    لِكُلِّ غادِرٍ لِواءٌ يَوْمَ القِيَامَةِ، يُقَالُ: هذِهِ غَدْرَةُ فلانٍ



    “Setiap orang yang berkhianat membatalkan janji akan memperoleh bendera pada hari kiamat, dikatakan kepada manusia: “Inilah bendera pengkhianatan Fulan.” (Muttafaqun ‘alaih)



    Hadits berikutnya. Dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,



    لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ عِنْدَ اسْتِهِ يومَ القِيَامَةِ يُرْفَعُ لَهُ بِقَدَرِ غَدْرِهِ، ألاَ وَلاَ غَادِرَ أعْظَمُ غَدْرًا مِنْ أمِيرِ عَامَّةٍ



    “Setiap orang yang berkhianat dan membatalkan janjinya secara sepihak akan memperoleh sebuah bendera di belakangnya pada hari kiamat, bendera itu diangkat sesuai dengan pengkhianatannya. Ketahuilah, tiada pengkhianat yang lebih besar pengkhianatannya daripada seorang penguasa yang berkhianat kepada rakyatnya.” (HR. Muslim)



    Dua hadits ini menjelaskan kepada kita tentang betapa besarnya dosa orang yang berkhianat. Dia akan dipermalukan oleh Allah Ta’ala. Kalau di dunia ini mungkin disembunyikan, tidak ada yang tahu atau hanya sedikit orang yang tahu, tetapi di hari kiamat kelak nanti, pengkhianat-pengkhianat yang membatalkan perjanjian secara sepihak akan ditancapkan bendera pengkhianatan. Na’udzubillah.



    Kemudian, kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, disebutkan namanya “Ini adalah pengkhianatan yang dilakukan oleh Fulan bin Fulan.” Jadi, seorang itu disebut namanya dan nama ayahnya. Ini menunjukkan pentingnya seorang anak tahu siapa bapaknya.
    Thu, 16 May 2024 - 1h 13min
  • 3863 - Kisah Nabi Luth ‘Alaihis Salam

    Kisah Nabi Luth ‘Alaihis Salam adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Al-Bayan Min Qashashil Qur’an. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 13 Mei 2024 M / 05 Dzulqa’dah 1445 H.



    Kajian sebelumnya: Pelajaran dari Kisah Nabi Shalih dan Kaumnya







    Kajian Tentang Pelajaran dari Kisah Nabi Shalih dan Kaumnya



    Nabi Luth ‘Alaihis Salam hidup sezaman dengan Nabi Ibrahim. Dan Nabi Luth termasuk orang yang beriman dengan kenabian Nabi Ibrahim. Allah Ta’ala berfirman,



    فَآمَنَ لَهُ لُوطٌ…



    “Luth beriman kepadanya.” (QS. Al-‘Ankabut[29]: 26)



    Kemudian para mufasirin menyebutkan bahwa Nabi Luth adalah keponakan dari Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam. Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Luth ‘Alaihis Salam adalah Luth bin Haran bin Tarikh, maka beliau adalah ponakan dari Nabi Ibrahim.”



    Luth ‘Alaihis Salam adalah rasul yang Allah utus. Allah Ta’ala berfirman,



    وَإِنَّ لُوطًا لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ



    “Sesungguhnya Luth adalah salah satu dari para rasul yang diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. As-Saffat[37]: 133)



    Allah Ta’ala berfirman juga dalam Surah Asy-Syuara ayat 160-163,



    كَذَّبَتْ قَوْمُ لُوطٍ الْمُرْسَلِينَ ‎﴿١٦٠﴾‏ إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ لُوطٌ أَلَا تَتَّقُونَ ‎﴿١٦١﴾‏ إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ ‎﴿١٦٢﴾‏ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ ‎﴿١٦٣﴾‏ 



    “Kaum Luth mendustakan para rasul, ketika saudara mereka, Luth, berkata: ‘Tidakkah kalian bertakwa?’ Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu. Takutlah kalian kepada Allah, dan taatlah kepadaku.'” (QS. Asy-Syu’ara'[26]: 160-163)



    Jelas dari beberapa ayat ini, kita mendapatkan kabar dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa Luth adalah salah satu rasul yang Allah Subhanahu wa Ta’ala utus.



    Nabi Luth diutus kepada kaum Sodom (سدوم). Luth mendakwahi mereka untuk beribadah hanya kepada Allah semata, dan menegakkan amar makruf nahi mungkar. Di antara kemungkaran terbesar yang mereka lakukan, yang belum pernah dilakukan oleh siapapun sebelum mereka adalah melakukan hubungan laki-laki dengan laki-laki, atau homoseksual. Ini merupakan maksiat yang sangat besar dan mengerikan.



    Namun, ajibnya di zaman sekarang, banyak orang yang mendukungnya. Ada grupnya sekarang, kaum warna-warni. Ini sangat mengerikan.



    Syaikh berkata bahwa dosa ini belum pernah dilakukan sebelumnya oleh siapa pun dari kalangan anak cucu Adam, yakni mereka melakukan homoseksual, mendatangi laki-laki, dan melampiaskan syahwatnya bukan kepada perempuan tetapi kepada laki-laki yang sejenis. Jadi, ini belum pernah terjadi di masa sebelum mereka. Allah Ta’ala berfirman,



    أَتَأْتُونَ الذُّكْرَانَ مِنَ الْعَالَمِينَ ‎﴿١٦٥﴾‏ وَتَذَرُونَ مَا خَلَقَ لَكُمْ رَبُّكُم مِّنْ أَزْوَاجِكُم ۚ بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ عَادُونَ ‎﴿١٦٦﴾



    “Apakah kalian mendatangi (melampiaskan syahwat kepada) laki-laki dari kalangan manu...
    Thu, 16 May 2024 - 1h 00min
  • 3862 - Obat Nafsu Syahwat

    Obat Nafsu Syahwat adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Hadits-Hadits Perbaikan Hati. Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada Senin, 05 Dzulqa’dah 1445 H / 13 Mei 2024 M.







    Kajian Islam Ilmiah Tentang Obat Nafsu Syahwat



    Imam Ahmad Rahimahullah meriwayatkan dalam kitab Musnadnya dari sahabat Abu Umamah Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “Sesungguhnya ada seorang pemuda mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, izinkan aku berzina.’ Maka sahabat yang berada di situ kemudian marah dan berkata, ‘Ada apa ini? Ada apa ini?’ Maka Nabi mengatakan, ‘Mendekatlah.’



    Pemuda tersebut pun mendekat dan duduk di depan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka Nabi bertanya kepadanya, ‘Apakah engkau suka jika ibumu yang dizinai?’ Ia mengatakan, ‘Tidak, demi Allah, aku tidak suka.’ Maka Nabi mengatakan, ‘Dan semua orang juga tidak suka ibunya dizinai.’



    Kemudian Nabi bertanya, ‘Apakah kamu suka jika yang dizinai adalah putrimu?’ Ia mengatakan, ‘Tidak, demi Allah, Rasulullah, aku tidak suka.’ Maka Nabi mengatakan, ‘Juga seluruh manusia tidak suka untuk putri-putri mereka dizinai.’



    Kemudian Nabi bertanya lagi, ‘Apakah kamu suka jika yang dizinai adalah saudari perempuanmu?’ Ia mengatakan, ‘Tidak, demi Allah, Ya Rasulullah, aku tidak suka.’ Maka Nabi mengatakan, ‘Juga seluruh manusia tidak mau jika saudari-saudari mereka dizinai.’



    Kemudian Nabi bertanya lagi, ‘Apakah kamu suka jika yang dizinai adalah saudari bapakmu?’ Ia mengatakan, ‘Tidak, demi Allah, Ya Rasulullah.’ Maka Nabi mengatakan, ‘Juga seluruh manusia tidak mau jika saudari-saudari bapak mereka dizinai.’



    Kemudian Nabi bertanya lagi, ‘Apakah kamu suka jika yang dizinai adalah saudari ibumu?’ Ia mengatakan, ‘Tidak, demi Allah, Ya Rasulullah.’ Maka Nabi mengatakan, ‘Juga seluruh manusia tidak mau jika saudari-saudari ibu mereka dizinai.’



    Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meletakkan tangannya di dada pemuda tersebut dan mendoakan,



    اللهمَّ اغفرْ ذنبَه وطهِّرْ قلبَه وحصِّنْ فرْجَهُ



    ‘Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikan hatinya, dan jaga kemaluannya.’



    Setelah itu, pemuda itu tidak pernah melihat sesuatu yang buruk lagi.” (HR. Imam Ahmad)



    Imam At-Tabrani juga menambahkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,



    فاكره لهم ما تكره لنفسك، وأحب لهم ما تحب لنفسك



    “Maka bencilah untuk manusia apa yang kau benci untuk dirimu, dan sukailah untuk manusia apa yang kau sukai untuk dirimu.” (HR. At-Tabrani)



    Sesungguhnya, petunjuk nabi kita yang mulia Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah petunjuk yang paling agung, paling sempurna, paling lurus, dan paling bermanfaat bagi seluruh hamba dalam segala sesuatu dan dalam segala bab. Manusia sangat butuh untuk benar-benar kembali kepada petunjuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
    Wed, 15 May 2024 - 36min
  • 3861 - Penyimpangan Kaum Sufi dalam Hal Menghinakan Diri

    Penyimpangan Kaum Sufi dalam Hal Menghinakan Diri ini adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 05 Dzulqa’dah 1445 H / 13 Mei 2024 M.







    Kajian tentang Penyimpangan Kaum Sufi dalam Hal Menghinakan Diri



    Pada kajian kali ini, kita membahas talbis iblis terhadap kaum sufi dalam hal penggemblengan jiwa dan upaya mereka untuk merendahkan diri. Namun, ini bukanlah merendahkan diri, melainkan menghinakan diri, yang mana hal itu dilarang dalam Islam.



    Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan,



    لَا يَنْبَغِي لِمُسْلِمٍ أَنْ يُذِلَّ نَفْسَهُ



    “Tidak boleh seorang muslim menghinakan dirinya sendiri.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)



    Kita wajib menjaga kehormatan diri. Menjaga muruah termasuk sebagai salah satu bagian dari akhlak Islam. Maka tidak boleh seorang muslim sengaja menjatuhkan muruahnya di hadapan manusia.



    Dalam bab ini, Ibnul Jauzi menceritakan kepada kita salah satu yang dilakukan oleh kaum sufi dalam hal menghinakan diri. Banyak kisah-kisah yang disebutkan dalam buku-buku mereka. Ibnul Jauzi mengatakan, “Ada sebuah riwayat dari Al-Hasan bin Ali Ad-Damaghani yang menceritakan bahwa ada seseorang dari Bustam yang selalu menghadiri majelis Abu Yazid Al-Bustami dan tidak pernah absen dalam menuntut ilmu bersamanya. Suatu ketika, ia berkata, ‘Wahai guruku, sudah 30 tahun ini aku terus berpuasa dan mengerjakan shalat malam. Aku juga telah meninggalkan berbagai hawa nafsu dan syahwat, tetapi aku tidak merasakan sesuatu yang engkau sebut itu di dalam hati ini.’



    Maka Abu Yazid berkata kepadanya, “Seandainya kamu berpuasa 300 tahun dan shalat malam 300 tahun, namun keadaanmu tetap seperti yang aku lihat saat ini, maka kamu tidak akan mendapati sedikit pun ilmu itu.” Orang ini kemudian bertanya, “Mengapa demikian, wahai guru?” Abu Yazid menjawab, “Karena kamu terhalang oleh jiwamu.”



    Orang ini pun meminta nasihat, “Adakah solusinya agar tabir penghalang itu bisa hilang?” Abu Yazid menjawab, “Iya, ada solusinya, namun kamu tidak akan pernah mau melaksanakannya.”



    Maka orang itu mengatakan, “Tidak, aku pasti akan menerimanya dan mengamalkan apapun yang engkau sebutkan nanti.” Maka Abu Yazid Al-Bustami memerintahkan, “Sekarang juga, pergilah ke tukang bekam, cukurlah rambut dan jenggotmu, lalu lepaskan pakaianmu ini dan gantilah dengan gamis panjang. Kemudian kalungkanlah suatu wadah di lehermu dan isilah wadah itu dengan buah ketapang. Kemudian kumpulkan anak-anak kecil di sekelilingmu dan katakan kepada mereka dengan suara keras, ‘Anak-anak, siapa yang mau menamparku dengan keras, maka aku akan memberinya buah ketapang ini.’ Setelah itu, lakukan itu di pasar, tempat kamu biasa dielu-elukan dan dikenal.”



    Ini adalah perintah Abu Yazid kepada orang itu. Mendengar perkataan Abu Yazid ini, orang itu mengatakan, “Wahai Abu Yazid, Subhanallah, engkau berkata demikian kepada orang sepertiku. Patutkah aku melakukan apa yang engkau sebutkan itu?” Tentunya, orang itu tidak melakukan perintah tersebut karena merasa itu akan menjatuhkan muruah dan menghinakan diri serta kehormatannya.



    Tue, 14 May 2024 - 40min
Show More Episodes