Filtrar por gênero

Museum HAM Munir

Museum HAM Munir

Museum HAM Munir

Munir Said Thalib merupakan aktivis hak asasi manusia di Indonesia yang lahir pada 8 Desember 1965. Padanya, gagasan perihal HAM nampak lebih konkret tidak hanya di ranah pemikiran namun juga praktik di lapangan. Ini menjadi alasan kuat bagi-bagi rekan seperjuangan Munir yang kemudian meyakini bahwa dia adalah seorang human right thinker sekaligus human right defender. Memperingati #16TahunPembunuhanMunir #MelawanLupa, Museum HAM Munir menampilkan pembacaan Testamen Munir sebagai alih wahana dari kumpulan tulisan yang mengulas persinggungan para sahabat dengan Munir.

19 - "AKU, PEMBUNUH MUNIR" karya Seno Gumira Ajidarma Monolog oleh Luqman Dardiri
0:00 / 0:00
1x
  • 19 - "AKU, PEMBUNUH MUNIR" karya Seno Gumira Ajidarma Monolog oleh Luqman Dardiri

    Aku adalah anjing kurap, karena itu aku membunuh Munir

    Sebuah monolog pengakuan diri seorang pembunuh Munir yang merencanakan sejumlah siasat dan skenario pembunuhan Munir. Dengan menggali sejumlah data, penelusuran logika, dan percakapan dari proses pengadilan, cerpen karya Seno Gumira Ajidarma ini menyusun kronologi peristiwa pembunuhan aktivis HAM Munir. Cerpen dimuat di Kompas, Minggu, 29 Desember 2013. Monolog dibawakan oleh aktor Luqman Dardiri.


    Produksi: Museum HAM Omah Munir dan Kios Ojo Keos

    Penanggung jawab produksi: Ali Nur Sahid

    Penata musik: Reza Ryan

    Mixing dan mastering: Danang Joedodarmo

    Desain: Marsetio Hariadi

    Sun, 18 Oct 2020 - 22min
  • 18 - "Munir dalam Kerangka Keindonesiaan" karya Mochtar Pabottingi Dibacakan oleh Jati Andito

    "Ada tiga pertimbangan penting mengapa kita harus teguh menuntut keadilan bagi saudara kita, Munir. Pertama, jika Munir yang namanya menasional-mendunia itu bisa dizalimi begitu keji secara terang-terangan, apatah lagi tiap kita, warga negara lainnya. Kedua, pembunuhan keji terhadap Munir bisa berefek melecehkan atau menegasikan makna sosok perjuangannya, yang bagi kita sungguh mulia. Ketiga, dan terpenting, sosok perjuangan Munir sama sekali tak bisa dilepaskan dari ideal-ideal tertinggi yang melahirkan, menjadi tumpuan, sekaligus menjadi tujuan negara kita." TESTAMEN MUNIR Episode 16 menampilkan artikel dari Mochtar Pabottingi (Profesor Riset LIPI) berjudul "Munir dalam Kerangka Keindonesiaan" yang diterbitkan oleh Kompas, 22 September 2011. Artikel ini menjelaskan dengan tegas alasan menuntut keadilan untuk Munir. Perjuangan Munir sebagai aktivis HAM telah memberikan kontribusi nyata atas sejarah pemenuhan hak-hak sipil dan keadilan di Indonesia. "Sosok perjuangan Munir bersenyawa sepenuhnya dengan kebajikan politik perenial-universal yang terkandung dalam proyek supraluhur kita sebagai bangsa." tulis Mochtar Pabottingi.  Memperingati #16TahunPembunuhanMunir artikel dari Mochtar Pabottingi akan dibacakan oleh Jati Andito Tamzis (Voice Over Talent, MC).

    Wed, 16 Sep 2020 - 10min
  • 17 - "Munir" karya KH. Ahmad Mustofa Bisri Dibacakan oleh Saras Dewi

    "Di masa kesederhanaan diabaikan
    Kau membuktikan kekuatannya yang elegan
    Di masa para pengecut berlindung pada arogansi kekuasaan
    Kau tampil hampir sendirian melawan kelaliman..."

    TESTAMEN MUNIR Episode 16 menampilkan puisi karya KH. Ahmad Mustofa Bisri atau yang lebih dikenal dengan Gus Mus (budayawan, pengasuh Pesantren Roudlatuth Tholibin).  Puisi yang berjudul "Munir" menjadi pembuka dalam kumpulan obituari sahabat-sahabat Alm. Munir dalam buku 'Munir Sebuah Kitab Melawan Lupa' yang diterbitkan oleh Mizan Pustaka (2004).  Ditulis oleh Gus Mus pada Ramadan 1425/Oktober 2004,  puisi ini ialah karya, sekaligus pergerakan sunyi Gus Mus untuk mengenang Munir sebagai sosok pejuang hak asasi manusia dan kemanusiaan.

    Memperingati #16TahunPembunuhanMunir puisi Gus Mus yang berjudul "Munir" akan dibacakan oleh Saras Dewi (dosen filsafat Universitas Indonesia).

    Tue, 15 Sep 2020 - 02min
  • 16 - "Elegi untuk Munir" karya Bambang Widjojanto Dibacakan oleh Roy Murtadho

    “Kemampuannya untuk mengembangkan energi sosial yang dimilikinya telah mampu memberi spirit bagi gerakan hak asasi manusia di Indonesia. Keberaniannya untuk menghadapi berbagai risiko dari sikap dan pilihan politik yang diambil, banyak memberikan inspirasi kepada siapa pun untuk pantang surut menghadapi kelelahan dan kezaliman yang dilakukan secara sistematis...” Testamen Munir Episode 15 menampilkan obituari karya Bambang Widjojanto (Aktivis, Pengacara, Mantan Komisioner KPK) berjudul “Elegi untuk Munir”. Menceritakan persinggungan antara Bambang Widjojanto dengan Munir semasa hidup. Sebagai rekan sesama aktivis HAM, Bambang Widjojanto mengenal baik sosok Munir. Perjalanan karir Munir yang dikenal sebagai tokoh HAM internasional merupakan ikhtiar panjang. Di bangku kuliah, Munir aktif terlibat di berbagai organisasi, seperti Badan Perwakilan Mahasiswa, Senat Mahasiswa, lalu pasca-universitas Munir memilih Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk menjadi persinggahan selanjutnya. Kecintaan Munir pada keadilan dan hak asasi manusia menuntunnya sampai di puncak karir. “Pendeknya, kemampuannya untuk mengembangkan energi sosial yang dimilikinya telah mampu memberi spirit bagi gerakan hak asasi manusia di Indonesia.” kenang Bambang Widjojanto pada obituari yang dituliskannya untuk Munir. Memperingati #16TahunPembunuhanMunir, obituari karya Bambang Widjojanto dibacakan oleh Roy Murtadho (Pendiri Media Islam Progresif, Islam Bergerak dan Pesantren Ekologis Misykat Al-Anwar).

    Mon, 14 Sep 2020 - 09min
  • 15 - "Munir: A True Human Rights Defender" karya Todung Mulya Lubis Dibacakan oleh Gede Robi

    “Kiprah Munir dalam kerja hak asasinya bukanlah kiprah yang anasionalistik. Dengan caranya sendiri, Munir mencintai negeri ini, memperjuangkan demokrasi dan hak asasi manusia. Buat saya tak ada yang lebih nasionalistik ketimbang kesadaran bahwa demokrasi dan hak asasi manusia mesti ditegakkan dengan segala cara, berapapun ongkosnya, agar harkat dan martabat manusia (human dignity) tetap terjaga. Ketika orang seperti Munir tak terlalu galau dengan nasionalitas, ketika yang terpenting adalah manusia-human beings ketika itulah dia sampai pada puncak nasionalisme. Kesadaran inilah yang membuat Munir hadir di tengah kita sebagai ‘a true human rights defender’.”

    Testamen Munir Episode 14 menampilkan obituari karya Todung Mulya Lubis (Duta Besar RI untuk Norwegia Merangkap Islandia) dengan judul “Munir: A True Human Rights Defender”. Menceritakan persinggungan antara Todung Mulya Lubis dengan Munir semasa hidup. Keduanya pernah terlibat dalam Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Timor Timur (KPP HAM Timtim). Baginya, Munir merupakan sosok pejuang HAM yang pemberani. Munir tidak anti militer, seperti kata orang yang menuduhnya demikian. Justru, Munirlah yang memperjuangkan reformasi militer. “Militer, bagaimanapun, harus tunduk pada supremasi sipil. Penguatan supremasi sipil ini hanya bisa dicapai dengan secara tajam dan kritis terus menerus mempertanyakan bahaya militer dalam demokrasi dan hak asasi manusia…” tulis Todung Mulya Lubis dalam obituarinya.

    Memperingati #16TahunPembunuhanMunir, obituari karya Todung Mulya Lubis akan dibacakan oleh Gede Robi (musisi; vokalis & gitaris Navicula; aktivis)− menceritakan kesan Todung Mulya Lubis atas perjumpaannya dengan Alm. Munir semasa hidup.

    Sun, 13 Sep 2020 - 13min
Mostrar mais episódios