Filtra per genere
4053 - Doa Lelaki untuk Wanita yang Bersin
0:00 / 0:00
1x
- 4053 - Doa Lelaki untuk Wanita yang Bersin
Doa Lelaki untuk Wanita yang Bersin adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Al-Adabul Mufrad. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. pada Senin, 16 Jumadil Awal 1446 H / 18 November 2024 M.
Kajian Islam Tentang Doa Lelaki untuk Wanita yang Bersin
Kajian ini mengangkat Bab 425 dari kitab Adabul Mufrad karya Imam Bukhari, yang membahas tentang seorang lelaki mendoakan seorang wanita yang bersin dan mengucapkan Alhamdulillah.
Hal ini perlu dibahas karena banyak kerusakan hubungan antara laki-laki dan perempuan, yang salah satunya disebabkan oleh kurangnya pemahaman agama. Kerusakan ini terlihat dari maraknya perzinaan, bahkan di lingkungan sekolah, kampus, hingga dunia kerja. Ini diebabkan banyaknya orang yang tidak mau belajar agama dan tidak memahami tujuan hidup, lupa bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan berbeda tetapi sama-sama bertujuan untuk beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Allah mengingatkan bahwa dunia hanya sementara:
…قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَىٰ وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا
“Kesenangan dunia itu sedikit, sedangkan akhirat lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan didzalimi sedikit pun.” (QS. An-Nisa[4]: 77)
Namun, manusia sering terlena memenuhi hawa nafsunya tanpa mempedulikan aturan Allah. Bahkan sampai masalah bersin ini dibahas, bagaimana aturannya antara laki-laki dan perempuan? Jangan sampai seorang lelaki terfitnah oleh perempuan, atau sebaliknya.
Kisah tentang Mendoakan Orang yang Bersin
Dari Abu Burdah, ia berkata, “Aku masuk ke rumah Abu Musa yang berada di rumah Ummul Fadhl binti Al-Abbas (maksudnya adalah Ummu Kultsum putrinya Al-Fadhl bin Abbas yang merupakan istri Abu Musa yang lain). Ketika itu aku bersin, tetapi ayahku tidak mendoakanku, sementara ketika istrinya (Ummu Kultsum) bersin, ia didoakan. Maka aku memberitahu ibuku.
Ketika ia (Abu Musa) datang kepada ibuku, ibuku mengadukan hal tersebut kepadanya, katanya: “Anakku bersin, tetapi engkau tidak mendoakannya. Namun, ketika dia bersin, engkau doakan dia.” Maka Abu Musa berkata kepadanya: “Aku pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَحَمِدَ اللَّهَ فَشَمِّتُوهُ، وَإِنْ لَمْ يَحْمَدِ اللَّهَ فَلَا تُشَمِّتُوهُ
“Apabila salah seorang dari kalian bersin dan memuji Allah, maka doakanlah dia. Namun, jika ia tidak memuji Allah, maka janganlah mendoakannya.”
Anakmu bersin, tetapi tidak mengucapkan ‘Alhamdulillah,’ sehingga aku tidak mendoakannya. Sementara dia bersin dan mengucapkan ‘Alhamdulillah,’ maka aku mendoakan dia.” Ibunya berkata: “Engkau telah melakukan yang benar.” (HR. Bukhari)
Dari hadits ini, terdapat pelajaran penting bagi wanita dalam menjaga keharmonisan rumah tangga. Banyak permasalahan muncul dalam rumah tangga. Ketika salah satu pihak, terutama suami, mencoba menyelesaikan konflik, namun tidak diterima dengan baik oleh istrinya. Misalnya, ketika seorang suami melakukan sesuatu yang secara tidak sengaja melukai hati istrinya, lalu ia meminta maaf, maka tolong seorang istri berusaha menerima alasan tersebut.
Thu, 21 Nov 2024 - 1h 00min - 4052 - Disyariatkannya Doa Iftitah
Disyariatkannya Doa Iftitah ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Fiqih Doa dan Dzikir yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 16 Jumadil Awal 1446 H / 18 November 2024 M.
Kajian sebelumnya: Doa antara Adzan dan Iqamah
Kajian Tentang Disyariatkannya Doa Iftitah
Kajian kali ini kita memasuki serial nomor 224 dengan tema Disyariatkannya Doa Iftitah. Penyebutan “iftitah” atau “istiftah” keduanya diperbolehkan, tidak perlu diperdebatkan. Ada hal yang lebih penting daripada sekadar istilah ini, yaitu memahami dan mengamalkan kandungannya.
Fiqih doa dan dzikir yang kita bahas sebelumnya mencakup berbagai topik seperti menjawab muadzin, doa setelah adzan, hingga doa antara adzan dan iqamah. Sekarang, kita memasuki pembahasan tentang doa iftitah yang merupakan bagian dari bacaan shalat.
Pembahasan tentang bacaan shalat ini penting karena shalat terdiri atas tiga unsur utama: bacaan, gerakan, dan resapan hati. Shalat yang sempurna melibatkan ketiga unsur ini secara aktif. Lisannya membaca, tubuhnya bergerak, dan hatinya khusyuk. Shalat seperti ini insya Allah akan membawa manfaat besar, sebagaimana firman Allah:
…إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ…
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabut [29]: 45)
Namun, mengapa ada orang yang tetap bermaksiat meskipun sudah shalat? Hal ini disebabkan karena shalatnya belum sempurna. Mungkin baru sebatas gerakan tubuh atau hanya bacaan di lisan, tanpa diresapi oleh hati. Oleh karena itu, salah satu ikhtiar untuk menyempurnakan shalat adalah mempelajari bacaan-bacaannya, termasuk doa iftitah.
Bagaimana mungkin seseorang bisa meresapi kalimat yang ia baca jika tidak memahami maknanya? Sama seperti membaca cerita dalam bahasa asing yang tidak kita pahami. Maka, memahami makna bacaan shalat adalah kunci untuk meresapinya.
Setelah bertakbir (takbiratul ihram), yang telah dibahas pada kajian sebelumnya, gerakan berikutnya adalah bersedekap. Namun, pembahasan kita kali ini bukan tentang gerakan, melainkan bacaan. Jika ingin mempelajari pembahasan bersedekap, Anda bisa merujuk pada serial kajian “Shalat Lahir Batin” yang membahasnya secara lengkap.
Bacaan pertama setelah takbiratul ihram adalah doa iftitah. Inilah yang akan kita bahas sebagai awal dari pembahasan bacaan-bacaan shalat.
Tuntunan shalat yang Benar: Pentingnya Wudu dan Doa Iftitah
Dalil yang menjadi landasan dalam pembahasan ini adalah sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika memberikan nasihat kepada seorang sahabat, Rifa’ah bin Rafi’ Radhiyallahu ‘Anhu. Sahabat ini pernah melakukan shalat dengan cara yang keliru, sehingga diajari langsung oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Begitulah cara Nabi menyikapi orang yang keliru, dengan mengajarkan dan membimbingnya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إنَّه لا تَتِمُّ صلاةٌ لأحدٍ مِن الناسِ حتى يَتوضَّأَ فيضَعَ الوُضوءَ -يعني: مَواضعَه- ثمَّ يُكبِّرَ ويَحمَدَ اللهَ عزَّ وجلَّ ويُثنيَ عليه، ويَقرَأَ بما شاء مِن القُرآنِ
Wed, 20 Nov 2024 - 45min - 4051 - Bab Berisyarat dengan Jari saat Khutbah Jumat
Bab Berisyarat dengan Jari saat Khutbah Jumat merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Mukhtashar Shahih Muslim yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Ahad, 15 Jumadil Awal 1446 H / 17 November 2024 M.
Kajian Tentang Bab Berisyarat dengan Jari saat Khutbah Jumat
Diriwayatkan dari Husain, dari Umarah bin Ru’aibah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa ia melihat Bisr bin Marwan di atas mimbar mengangkat dua tangannya saat berdoa (dalam khutbah Jumat). Umarah berkata:
قَبَّحَ اللهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ
“Semoga Allah memburukkan dua tangan ini. Sungguh, aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak melebihi berisyarat seperti ini.” Lalu beliau pun berisyarat dengan jari telunjuknya. (HR. Muslim)
Dari hadits ini, kita dapat mengambil faedah bahwa seorang khatib Jumat tidak disyariatkan untuk mengangkat dua tangannya saat berdoa dalam khutbah. Imam Al-Bahuti rahimahullah dalam kitab Kasyaf al-Qina’ menyatakan: “Dimakruhkan bagi imam mengangkat kedua tangannya saat berdoa dalam khutbah.”
Al-Majd berkata: “Bahkan, itu adalah bid’ah.”
Pendapat ini sesuai dengan mazhab Malikiyah, Syafi’iyah, dan selainnya. Dan tidak mengapa dia berisyarat dengan jari telunjuknya saat berdoa dalam khutbah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Muslim. Bahwasannya Umarah bin Ru’aibah Radhiyallahu ‘Anhu melihat Bisr bin Marwan mengangkat dua tangannya ketika berdoa dalam khutbah.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa tidak disyariatkan khatib Jumat ketika berdoa mengangkat kedua tangannya. Karena sahabat Nabi mengingkari praktik mengangkat kedua tangan saat berdoa dalam khutbah, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hanya berisyarat dengan jari telunjuknya.
Faedah yang kedua, seorang makmum boleh mengingkari khatib Jumat secara langsung kalau ternyata dalam khutbah Jumatnya itu dia melakukan atau menyampaikan sesuatu yang mungkar. Buktinya sahabat nabi ini mengingkari khatib Jumat saat itu Bisr bin Marwan yang mengangkat dua tangannya ketika berdoa dalam khutbah Jumat.
Mengajarkan Ilmu saat Khutbah
Dari Abu Rifa’ah Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: “Aku sampai kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika beliau sedang berkhutbah. Lalu aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku adalah orang asing yang datang untuk bertanya tentang agamaku karena aku tidak tahu apa itu agamaku.’ Rasulullah pun menghampiriku dan meninggalkan khutbahnya. Kemudian didatangkan kursi yang kaki-kakinya terbuat dari besi, lalu beliau duduk di atas kursi tersebut. Beliau mengajarkanku apa yang telah Allah ajarkan kepadanya. Setelah itu, beliau kembali menyempurnakan khutbahnya.” (HR. Muslim)
Lihat juga: materi khutbah Jumat singkat
Dari hadit ini kita ambil faedah:
Pertama, tawadhu’ Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Hadits ini menunjukkan betapa tawadhu’-nya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau sampai meninggalkan khutbahnya demi mengajarkan seseorang yang meminta bimbingan tentang agamanya...Wed, 20 Nov 2024 - 4050 - Adab Penuntut Ilmu
Adab Penuntut Ilmu adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Kitab Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim fi Adabil ‘Alim wal Muta’allim. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Emha Hasan Ayatullah pada Sabtu, 14 Jumadil Awal 1446 H / 16 November 2024 M.
Kajian sebelumnya: Keistimewaan Belajar Menurut Para Ulama dari Sahabat, Tabi’in, hingga Generasi Setelahnya
Kajian Islam Tentang Adab Penuntut Ilmu
Seorang thalibul ilmi (penuntut ilmu) perlu memperhatikan adab, baik ketika belajar, berhadapan dengan gurunya, menghadiri majelis, maupun dalam memperlakukan kitabnya. Hal ini bisa menjadi sebab datangnya keberkahan. Sebaliknya, jika seseorang mengabaikan adab tersebut, bisa jadi ia terhalang dari memperoleh ilmu yang bermanfaat.
Bukan berarti kita harus mengkultuskan guru, kawan, atau buku yang sedang dibahas. Namun, sebagian orang menunjukkan rasa hormat dengan menjaga kitab, seperti memperlakukannya dengan hati-hati. Bahkan, ada yang sampai mencium mushaf berkali-kali jika mushaf tersebut jatuh, meskipun tidak ada dalil yang mewajibkan hal itu. Di sisi lain, ada pula orang yang mengabaikan mushaf, misalnya melemparkannya begitu saja ketika hendak shalat. Ketika ditanya, mereka menjawab, “Tidak ada dalilnya.”
Subhanallah, para ulama tidak bersikap seperti itu. Mereka sangat menghormati karya para ulama, meskipun terdapat kesalahan dalam isinya. Contohnya adalah Imam Ahmad rahimahullah. Suatu ketika, beliau melihat Ishaq bin Rahuyah membawa sebuah buku yang isinya memiliki kesalahan dalam aqidah. Buku tersebut dilempar, sehingga Imam Ahmad marah. Beliau berkata, “Apakah seperti ini cara memperlakukan tulisan orang-orang baik?” Meskipun ada kesalahan pada orang yang menulisnya, tulisan tersebut tetap harus dihargai.
Adab ini menjadi cerminan sikap para ulama terdahulu yang sangat menghormati ilmu. Sayangnya, praktik seperti ini jarang ditemukan di zaman sekarang. Ada guru yang membuang tugas muridnya seolah tidak ada nilainya. Padahal, tugas tersebut seharusnya dihargai, bukan karena berasal dari murid, tetapi karena di dalamnya mungkin terkandung Kalamullah atau sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Al-Imam Ibnu Jamaah rahimahullah menyusun kitab yang dimulai dengan pembahasan keistimewaan ilmu, bab kedua tentang adab seorang alim, bab ketiga tentang adab seorang muta’alim (penuntut ilmu), dan bab keempat membahas adab dalam memperlakukan buku dan hal-hal yang serupa.
Seorang thalibul ilmi sudah mendapat kehormatan besar hanya dengan menjadi bagian dari penuntut ilmu. Ketika membaca biografi para ulama, kita sering merasa malu karena belum mampu meniru mereka. Namun, bukan berarti seseorang harus seperti mereka agar layak menjadi penuntut ilmu. Bahkan, dalam menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar, seseorang tidak harus suci seperti malaikat tanpa dosa.
Sa’id bin Jubair rahimahullah pernah berkata, “Kalau seandainya tidak ada orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar kecuali dia bersih dari dosa, maka tidak akan ada seorang pun yang melakukannya.” Imam Malik rahimahullah juga menegaskan hal ini.
Seorang penuntut ilmu harus memperbaiki dirinya. Ini adab yang pertama disebutkan,Tue, 19 Nov 2024 - 59min - 4049 - Celaan bagi Orang yang Mudah Menyebarkan Cerita
Celaan bagi Orang yang Mudah Menyebarkan Cerita adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Syarah Muqaddimah Shahih Muslim. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Emha Hasan Ayatullah pada Kamis, 12 Jumadil Awal 1446 H / 14 November 2024 M.
Kajian sebelumnya: Peringatan Tegas Imam Muslim tentang Larangan Berdusta atas Nama Nabi
Kajian Islam Tentang Celaan bagi Orang yang Mudah Menyebarkan Cerita
Pada kajian ini dibahas tentang celaan bagi orang yang mudah bercerita. Maksudnya, seseorang yang mendengar sebuah informasi lalu tanpa pertimbangan dan pemikiran matang langsung menyampaikannya kepada orang lain. Ini termasuk sifat yang rendah, dan tidak pantas dimiliki oleh seorang penuntut ilmu, ahli ibadah, atau orang terhormat. Sifat seperti ini perlu dijauhi, sebab Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjadikan orang yang mudah bercerita sebagai pendusta. Hal ini disampaikan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam muqaddimah kitabnya.
Terdapat pula beberapa perkataan dari para ulama, termasuk dua sahabat Nabi dan tiga ulama ahli hadits, yang menegaskan bahwa sifat ini tidak pantas. Dalam masyarakat, orang yang suka menyebarkan cerita sering diberi julukan yang bernada negatif, misalnya disebut “ember.” Julukan ini diberikan karena kebiasaannya menyebarkan cerita hingga dikenal sebagai orang yang tidak bisa dipercaya menjaga rahasia. Jika masyarakat saja memandang buruk sifat ini, bagaimana dengan pandangan para ulama?
Para ulama sangat menjunjung tinggi kehormatan dan nama baik seseorang. Mereka memahami bahwa tindakan yang sekadar mubah sekalipun, jika dapat merusak kehormatan, harus dihindari. Imam Syafi’i Rahimahullah pernah mengatakan:
“Barangsiapa tidak menghargai dirinya sendiri, maka ilmunya tidak akan bermanfaat.”
Para ulama menyadari bahwa mereka menjadi teladan masyarakat. Kehilangan simpati masyarakat dapat merusak pengaruh dan manfaat ilmu mereka. Ini adalah sebuah kerugian. Oleh karena itu, mereka sangat berhati-hati dalam menjaga kehormatan. Imam Syafi’i rahimahullah juga pernah berkata:
“Jika meminum air dingin dapat merusak kehormatanku, maka aku akan meminum air panas terus-menerus.”
Beberapa tindakan yang sebenarnya mubah tetapi dianggap tidak pantas oleh para ulama di antaranya adalah menyelonjorkan kaki di tengah majelis ilmu. Hal ini menunjukkan betapa mereka sangat memperhatikan adab dan kehormatan diri agar tetap dihormati dan ilmunya terus bermanfaat bagi masyarakat.
Salah satu contoh tindakan yang dapat merusak nama baik adalah berjalan sambil melirik ke kanan dan ke kiri. Tindakan ini dianggap tidak baik. Contoh lain adalah seseorang yang tidak memperhatikan kebersihan badannya hingga mengeluarkan aroma yang tidak sedap. Hal-hal semacam ini, meskipun secara hukum mubah, dapat menjadi bahan cemoohan masyarakat dan berpotensi merusak kehormatan seorang alim. Jika seorang alim memiliki kebiasaan yang dianggap buruk oleh masyarakat, meskipun hal tersebut tidak haram, dikhawatirkan ilmu yang dibawanya tidak lagi dihormati dan manfaatnya hilang.
Larangan Gampang Menceritakan Berita
Mon, 18 Nov 2024 - 1h 18min - 4048 - Macam-Macam Tawakal
Macam-Macam Tawakal adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Kitab Al-Fawaid. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abdullah Taslim, M.A. pada Kamis, 12 Jumadil Awal 1446 H / 14 November 2024 M.
Kajian Islam Tentang Macam-Macam Tawakal
Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah dalam kitab Jami’ul Ulum wal-Hikam menjelaskan bahwa tawakal adalah penyandaran hati yang benar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mendapatkan kebaikan dan menolak keburukan, -sebagian ulama ada yang menambahkan- disertai dengan melakukan sebab-sebab yang dibenarkan syariat.
Macam-Macam Tawakal
Ibnu Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa tawakal kepada Allah terbagi menjadi dua:
* Tawakal dalam urusan dunia:Yaitu menyandarkan diri kepada Allah dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan dunia, serta menolak hal-hal yang tidak disukai atau bencana dunia. Tawakal ini hanya terbatas pada urusan dunia.
* Tawakal dalam urusan agama:Yaitu menyandarkan diri kepada Allah dalam mendapatkan hal-hal yang dicintai dan diridhai-Nya, seperti keimanan, keyakinan, berjihad dijalan Allah, dan berdakwah.
Orang yang beriman memahami bahwa segala kebaikan ada di tangan Allah yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Hajat seorang mukmin bukan hanya terkait dunia, justru hajat yang paling besar adalah untuk perbaikan agamanya. Amalan seperti shalat, puasa, haji, dan ibadah lainnya adalah amalan yang dicintai Allah, tetapi untuk melaksanakannya dengan ikhlas, kita tetap membutuhkan taufik dan pertolongan dari Allah.
Tidak semua orang yang melaksanakan ibadah melakukannya dengan ikhlas. Taufik Allah sangat dibutuhkan agar seseorang bisa beribadah dengan niat yang benar, istiqamah dalam kebaikan, dan mendapatkan husnul khatimah, untuk menjauhi perbuatan dosa, bahkan setelah berbuat dosa kita memerlukan taufik Allah untuk bertaubat dan kembali kepada-Nya.
Dalam sebuah hadits Qudsi yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyampaikan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَاعِبَادِي كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُونِي أُطْعِمْكُمْ…
“Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua adalah orang-orang yang lapar kecuali yang Aku beri makan. Maka mintalah makanan kepada-Ku, niscaya Aku akan memberi makan kepadamu. Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua adalah orang-orang yang tersesat kecuali orang yang Aku berikan hidayah kepadanya. Maka mohonlah hidayah kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikan petunjuk kepadamu.” (HR. Muslim)
Lihat: Hadits Arbain ke 24 – Allah Mengharamkan Kedzaliman
Hadits ini mengajarkan bahwa segala kebutuhan, baik urusan dunia maupun akhirat, harus dimohonkan kepada Allah. Bahkan kebutuhan dasar seperti bernafas, makanan, minuman, meskipun telah diberikan, harus tetap disyukuri dan dimohonkan keberkahannya. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa nikmat tersebut tidak akan dihentikan oleh Allah. Oleh karena itu, perlu bagi kita untuk terus meminta dan mensyukurinya.
Fri, 15 Nov 2024 - 53min - 4047 - Keyakinan Ahlus Sunnah wal Jamaah tentang Al-Qur’an
Keyakinan Ahlus Sunnah wal Jamaah tentang Al-Qur’an adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Kitab Syarhus Sunnah karya Imam Al-Barbahari Rahimahullah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Iqbal Gunawan, M.A Hafidzahullah pada Rabu, 11 Jumadil Awal 1446 H / 13 November 2024 M.
Kajian Islam Tentang Keyakinan Ahlus Sunnah wal Jamaah tentang Al-Qur’an
Kajian kita telah sampai pada perkataan Imam Al-Barbahari Rahimahullah: “Al-Qur’an adalah Kalamullah (ucapan Allah ‘Azza wa Jalla), Allah yang menurunkannya dan Al-Qur’an adalah cahaya dari ‘Allah ‘Azza wa Jalla. Al-Qur’an bukan makhluk.” Ini adalah keyakinan Ahlus Sunnah wal Jamaah bahwa Al-Qur’an adalah ucapan Allah tanpa keraguan. Allah benar-benar berbicara dengan Al-Qur’an, yang kemudian disampaikan kepada Malaikat Jibril ‘Alaihis Salam dan dari Jibril disampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Sebagaimana firman Allah:
نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ ﴿١٩٣﴾ عَلَىٰ قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنذِرِينَ ﴿١٩٤﴾
“Al-Qur’an itu dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Malaikat Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang yang memberi peringatan.” (QS. Asy-Syu’ara [26]: 193-194)
Kita meyakini sepenuhnya bahwa Malaikat Jibril menyampaikan Al-Qur’an tanpa mengubah apa pun dari yang Allah sampaikan. Sebab itulah ia disebut al-Amin (yang terpercaya). Demikian pula Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mengarang Al-Qur’an, melainkan menyampaikan apa yang disampaikan oleh Jibril.
Keyakinan bahwa Al-Qur’an adalah benar-benar ucapan Allah, Allah-lah yang menurunkan dan menyampaikan kepada Malaikat Jibril, kemudian disampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, merupakan keyakinan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang tidak ada perselisihan sejak masa para sahabat, tabi’in, hingga para imam yang empat.
Perselisihan tentang Al-Qur’an kalamullah baru muncul ketika kelompok Jahmiyah dan pengikutnya seperti Zaidiyah, Mu’tazilah, dan Syi’ah mulai menyebarkan paham bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, bukan sifat atau ucapan Allah. Mereka mengambil paham dari Jahm bin Safwan, yang menolak semua nama-nama dan sifat Allah. Mu’tazilah juga demikian, mereka tidak meyakini bahwa Allah berbicara. Bahkan mereka menolak sifat-sifat seperti rahmat, murka, tangan, wajah, dan sifat-sifat fi’liyah yang Allah lakukan sesuai kehendak-Nya, seperti sifat istiwa, sifat turun, dan sifat datang. Ini semua diingkari oleh Jahmiyah dan Mu’tazilah.
Menetapkan Sifat Allah tanpa Menyamakan dengan Makhluk
Tujuan kelompok yang menolak sifat-sifat Allah adalah untuk merusak atau menimbulkan kerancuan dalam agama ini, meskipun mereka berdalih ingin mensucikan Allah ‘Azza wa Jalla. Mereka mengklaim bahwa dengan menolak sifat-sifat tersebut, mereka menjaga agar Allah tidak disamakan dengan makhluk. Mereka menyatakan bahwa jika menetapkan sifat-sifat ini—yang juga ada pada makhluk—berarti menyamakan Allah dengan makhluk.
Namun, Ahlus Sunnah wal Jamaah menetapkan sifat-sifat Allah tersebut karena Allah mengabarkan dalam Al-Qur’an dan apa yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampaikan dalam hadits-hadits yang sha...Fri, 15 Nov 2024 - 1h 20min - 4046 - Pentingnya Diagnosa dalam Pendidikan Remaja
Pentingnya Diagnosa dalam Pendidikan Remaja merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 10 Jumadil Awal 1446 H / 12 November 2024 M.
Kajian Tentang Pentingnya Diagnosa dalam Pendidikan Remaja
Pada kajian terakhir, kita membahas tentang lingkungan positif yang dibangun melalui komunikasi yang hangat, yaitu dengan adanya dialog dua arah antara orang tua dan remaja. Dalam hal ini, kita menukil perkataan Utbah bin Abi Sufyan kepada pendidik anaknya, yaitu Abdus Somad. Salah satu pesan beliau adalah: “Jadilah bagi mereka—anak-anak didik kita atau remaja-remaja kita—seperti dokter yang tidak tergesa-gesa mengobati sebelum mengetahui penyakitnya.”
Seorang pendidik, seperti seorang dokter, perlu mendiagnosa terlebih dahulu sebelum menentukan dosis atau kadar “obat” yang diberikan. Hukuman itu seperti obat pahit; jika tidak tepat dosisnya, ia bisa membahayakan. Maka, jadilah pendidik yang bijak, yang meneliti dahulu masalah yang dihadapi remaja sebelum memutuskan hukuman atau tindakan. Ini penting agar “obat” yang diberikan benar-benar menyembuhkan dan bermanfaat.
Demikian pula, dalam menghadapi anak-anak atau remaja, kita harus mengetahui duduk perkaranya dengan mendiagnosa terlebih dahulu. Dengan mengetahui masalah dan penyebabnya, kita bisa memberikan pengajaran yang tepat sesuai kadar yang diperlukan. Terburu-buru dalam menjatuhkan vonis seringkali menghasilkan keputusan yang keliru. Misalnya, jika ternyata anak tidak bersalah tetapi dihukum, hal ini dapat membuatnya kehilangan kepercayaan kepada pendidiknya. Kepercayaan adalah dasar dari hubungan yang sehat antara pendidik dan anak didik.
Kecerobohan dari pihak pendidik tidak bisa ditoleransi, karena berpotensi merusak ikatan yang telah terbangun. Sementara itu, kecerobohan dari anak-anak atau remaja mungkin masih dapat dimaklumi karena sifat alamiah mereka. Oleh karena itu, seorang pendidik harus berupaya menghindari kesalahan dalam menjatuhkan hukuman atau sanksi, terutama yang bersifat fisik. Jika salah, ini akan merusak hubungan dan membahayakan perkembangan mental anak atau remaja tersebut.
Sebagai pendidik, tugas kita adalah mengatasi dan memperbaiki kecerobohan anak-anak didik, meluruskan dan membenahi kekurangan mereka. Namun, kecerobohan dari pendidik sendiri merupakan hal yang sangat fatal dan tidak bisa ditolerir. Bila sesama murid saling membully, mungkin itu masih bisa dimaklumi sebagai kekurangan anak-anak. Akan tetapi, jika pelaku bully adalah pendidik, guru, atau bahkan orang tua, ini sama sekali tidak bisa dimaafkan.
Ada pepatah yang mengatakan, “Jika guru kencing berdiri, murid akan kencing berlari.” Artinya, jika pendidik berbuat ceroboh, anak didik akan melakukan hal yang lebih ekstrem. Jika pendidik ceroboh, anak-anak akan menirunya dengan kecerobohan yang lebih besar. Oleh karena itu, pendidik tidak boleh terburu-buru menyalahkan atau memberikan stigma berat kepada anak-anak. Bila pendidik keliru dalam memberikan hukuman atau menjatuhkan vonis, akibatnya anak-anak akan semakin ceroboh atau bahkan mengabaikan kata-kata pendidiknya.
Dalam banyak kasus, kecerobohan pendidik yang berawal dari vonis atau hukuman yang salah malah membuat anak merasa semakin terpojok. Akhirnya, baik pendidik maupun anak didik akan semakin menjauh satu sama lain. Hubungan antara keduanya menjadi renggang,Thu, 14 Nov 2024 - 49min - 4045 - Larangan Memelihara Anjing, Kecuali untuk Berburu atau Menjaga Kebun
Larangan Memelihara Anjing, Kecuali untuk Berburu atau Menjaga Kebun adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Mubarak Bamualim, Lc., M.H.I. pada Selasa, 10 Jumadil Awal 1446 H / 12 November 2024 M.
Kajian sebelumnya: Larangan Tathayyur
Kajian Tentang Larangan Memelihara Anjing, Kecuali untuk Berburu atau Menjaga Kebun
Pembahasan kita masih mengenai larangan-larangan dalam Islam, saat ini sampai pada larangan memelihara anjing, kecuali untuk seperti berburu, menjaga ternak atau kebun. Adapun memelihara anjing hanya untuk hobi atau sekadar sebagai peliharaan di rumah atau pekarangan tanpa alasan yang dibenarkan adalah sesuatu yang dilarang.
Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا إلاَّ كَلْبَ صَيْدٍ أوْ مَاشِيَةٍ فَإنَّهُ يَنْقُصُ مِنْ أجْرِهِ كُلَّ يَومٍ قِيرَاطَانِ
‘Barangsiapa yang mengambil anjing sebagai peliharaannya, kecuali anjing untuk berburu atau menjaga ternak, maka pahalanya akan berkurang setiap harinya sebanyak dua qirath (gunung besar).’” (HR. Bukhari dan Muslim) Dalam satu riwayat disebutkan: “Berkurang satu qirath.”
Larangan Memelihara Anjing dalam Islam
Maksud dari hadits ini yaitu seseorang memelihara anjing tanpa kepentingan atau memperjualbelikannya, ini termasuk dalam hal yang dilarang dalam Islam. Adapun yang dimaksud ماشية adalah binatang ternak (sapi, kambing, atau unta). Pemilik ternak seperti kambing, sapi, atau unta mungkin perlu menjaga hewan-hewannya dari ancaman binatang buas, seperti serigala, yang bisa memangsa hewan ternak. Dalam situasi seperti ini, Islam memperbolehkan penggunaan anjing untuk menjaga binatang ternak demi keamanan mereka.
Begitu pula, jika seseorang memiliki kebun dengan tanaman yang bermanfaat, seperti di luar kota, ia boleh memelihara anjing untuk menjaga tanamannya dari binatang perusak seperti babi hutan yang kerap datang di malam hari dan merusak tanaman. Memiliki anjing penjaga di kebun dalam hal ini juga diperbolehkan.
Selain itu, memelihara anjing untuk berburu juga dibolehkan dalam Islam. Hal ini sesuai dengan riwayat hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, yang berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
مَنْ أمْسَكَ كَلْبًا، فَإنَّهُ ينْقُصُ مِنْ عَمَلِهِ كُلَّ يَومٍ قِيرَاطٌ إلاَّ كَلْبَ حَرْثٍ أوْ مَاشِيَةٍ
“Barangsiapa yang memelihara anjing, maka akan berkurang pahala amal kebaikannya setiap hari satu qirath (gunung besar), kecuali anjing yang digunakan untuk pertanian (menjaga ladang) atau untuk menjaga ternak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam satu redaksi dari Imam Muslim, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ اقْتَنَى كَلْبًا لَيْسَ بِكَلْبِ صَيْدٍ، وَلاَ مَاشِيَةٍ وَلاَ أرْضٍ، فَإنَّهُ يَنْقُصُ مِنْ أجْرِهِ قِيرَاطَانِ كُلَّ يَوْمٍ
“Barangsiapa memelihara anjing yang bukan untuk berburu, bukan pula untuk menjaga ternak dan tidak untuk menjaga ladangnya, maka berkuranglah pahalanya setiap hari sebanyak dua qirath (gunung besa...Wed, 13 Nov 2024 - 1h 14min - 4044 - Kekuasaan dan Kepemimpinan Sepenuhnya dari Allah
Kekuasaan dan Kepemimpinan Sepenuhnya dari Allah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Al-Bayan Min Qashashil Qur’an. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 9 Jumadil Awal 1446 H / 11 November 2024 M.
Kajian sebelumnya: Bahaya Nafsu Bagi Pemiliknya
Kajian Tentang Kekuasaan dan Kepemimpinan Sepenuhnya dari Allah
Kita masih membahas kisah Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam. Pada kesempatan sebelumnya, kita telah sampai pada halaman ke-346, yang membahas tentang kekuasaan. Di sini, penulis rahimahullah menyampaikan beberapa ayat dari Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa kekuasaan sepenuhnya dari Allah. Allah-lah yang memberi kekuasaan kepada siapa yang Dia kehendaki dan mencabutnya dari siapa yang Dia kehendaki.
Allah Ta’ala berfirman dalam Surah Ali Imran:
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Katakanlah (Wahai Muhammad), ‘Wahai Rabb yang memiliki kerajaan/kekuasaan, Engkau berikan kerajaan kepada siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kerajaan dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu lah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu'” (QS. Ali Imran [3]: 26).
Ayat lainnya dalam Surah Al-Baqarah juga menegaskan hal serupa:
…وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ…
“Dan Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Baqarah [2]: 247).
Kemudian, Allah menjelaskan tentang kekuasaan yang diberikan kepada Nabi Daud ‘Alaihis Salam. Firman-Nya:
…وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ…
“Dan Allah telah memberikannya kerajaan” (QS. Al-Baqarah [2]: 251)
Kemudian, Allah juga menyebutkan tentang Raja Namrud yang diberi kekuasaan dan kerajaan. Dalam Surah Al-Baqarah, Allah berfirman:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ…
“Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Rabbnya, karena Allah telah memberinya kekuasaan?” (QS. Al-Baqarah [2]: 258)
Jadi, Allah-lah yang memberikan kekuasaan kepada Namrud, dan Allah juga yang membinasakan Namrud. Selanjutnya, Allah berfirman dalam Surah An-Nisa tentang keluarga Nabi Ibrahim:
…فَقَدْ آتَيْنَا آلَ إِبْرَاهِيمَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَآتَيْنَاهُمْ مُلْكًا عَظِيمًا
“Dan sungguh, Kami telah memberikan kepada keluarga Ibrahim Kitab dan hikmah, serta Kami anugerahkan kepada mereka kerajaan yang besar.” (QS. An-Nisa [4]: 54)
Allah juga menyebutkan dalam Surah Al-Maidah tentang Nabi Musa yang mengingatkan kaumnya akan kedudukan mereka:
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَعَلَ فِيكُمْ أَنْبِيَاءَ وَجَعَلَكُمْ مُلُوكًا…
Wed, 13 Nov 2024 - 1h 03min
Mostra altri episodi
5Podcast simili a <nome>
- Global News Podcast BBC World Service
- El Partidazo de COPE COPE
- Herrera en COPE COPE
- The Dan Bongino Show Cumulus Podcast Network | Dan Bongino
- dakwah.me - Ustadz Adi Hidayat dakwahme
- Es la Mañana de Federico esRadio
- La Noche de Dieter esRadio
- Hondelatte Raconte - Christophe Hondelatte Europe 1
- Kajian Ustadz Khalid Basalamah Kajian Islam
- La rosa de los vientos OndaCero
- Más de uno OndaCero
- Kumpulan Dakwah Sunnah PodcastSunnah
- La Zanzara Radio 24
- Les Grosses Têtes RTL
- L'Heure Du Crime RTL
- El Larguero SER Podcast
- Nadie Sabe Nada SER Podcast
- SER Historia SER Podcast
- Todo Concostrina SER Podcast
- 安住紳一郎の日曜天国 TBS RADIO
- The Tucker Carlson Show Tucker Carlson Network
- 辛坊治郎 ズーム そこまで言うか! ニッポン放送
- 飯田浩司のOK! Cozy up! Podcast ニッポン放送
- 武田鉄矢・今朝の三枚おろし 文化放送PodcastQR